Sunday, September 8, 2013

Rovaniemi (part 2): Adventure in artic circle

“Good morniiiing… how’s your sleep? I hope I didn’t snore” suara Rita menyapa tepat ketika saya membuka mata. Rita adalah teman Esther, host Couchsurfing kami di Rovaniemi, Finland. Saya dan Indah, my travelmate, memanfaatkan jaringan Couchsurfing dan tinggal di rumah penduduk lokal. Kebetulan saat itu Rita juga sedang menginap karena terlalu malam untuk pulang setelah mengerjakan tugas kuliah mereka. Alhasil, jadilah kami bertiga tidur di ruang tengah dengan kasur lipat dan selimut tebal. Nyaman dan hangat :-)

“Hoaaahhmm… I think I slept like a baby. I didn’t even realize you were snoring…were you?”  sapa saya masih setengah ngantuk dan sambil mengucek mata, mencoba mengumpulkan segenap nyawa saya yang sebelumnya berkelana kemana-mana. Saya masih enggan untuk beranjak dari balik selimut yang hangat. Di luar salju turun kembali namun matahari bersinar cukup terang. Semoga hari in cuaca bersahabat.

“Hahaha…you did really sleep like a baby then. So what dyou guys plan to do today?” tanya Rita sambil menghirup kopi hitam dari cangkirnya.  Saya dan Indah tersenyum penuh arti.
Agenda saya dan Indah hari itu sudah pasti sangat padat (taelah! Gaya benerrr!). Buat saya pribadi, Rovaniemi adalah salah satu highlight dari seluruh Scandinavia + Moscow trip ini. Several excited plans were just about to begin! Ahay!
Setelah mandi dan sarapan, saya dan Indah dengan diantar oleh Esther bergegas menuju markas “Lapland Safaries” di tengah kota. Kami berjalan kaki di atas tebalnya salju dan dinginnya udara, namun dengan sinar matahari yang terlihat cukup rendah, sangat berbeda dengan matahari yang biasa saya lihat berada di atas kepala. Matahari di Rovaniemi terletak hanya sekitar 45 derajat, mungkin karena letak kota ini yang dekat dengan kutub utara. Rumah Esther terletak tidak jauh dari stasiun, sekitar 20 menit berjalan kaki ke tengah kota.

Tiba di Lapland Safaries, kami nyaris ketinggalanl rombongan. Iya sih, salah saya juga, terlalu mepet berangkatnya dan terlalu menggampangkan karena berpikir kota ini kota kecil, pasti deketlah kemana-mana. Itupun untung ada Esther yang menunjukkan jalan pintas.

Meet “Badrun” the not-so-red nose reindeer
Tiba di “Lapland Safaries”, kami diminta mengenakan pakaian khusus, sebuah overall, kaus kaki tebal  dan sepatu booth dengan sol cukup tebal, sementara sarung tangan dan topi kupluk tetap dipakai. Cukup hangat. Setelah itu, kami berangkat menuju peternakan rusa dengan mini van, yang berjarak sekitar 15 menit, ngga begitu ingat persisnya. Peternakan ini terletak di pinggir kota dan jauh dari peradaban.  Begitu tiba, saya lihat ada sekitar 10 rusa yang sudah siap terikat dengan kereta kayu di belakangnya.

Reindeer farm

Satu kereta memuat dua orang penumpang. Satu duduk di muka dan yang lain di belakang, dan keduanya harus duduk dengan kaki selonjor. Penumpang di depan akan memegang tali kendali, yang jika diulur maka memberikan ijin si rusa untuk berlari, sebaliknya jika tali ditarik maka itu tanda si rusa harus mengerem kecepatan. Saya duduk di muka, sedangkan Indah di belakang. Kaki kami berdua ditutup oleh sebuah selimut untuk menahan dinginnya udara terbuka. Setiap kereta kayu terikat dengan tali panjang dengan kereta kayu di depannya sehingga tidak ada yang keluar dari jalur. Alrite! We’re all set! Yeay… perlahan kereta kami mulai berjalan membelah hutan pinus yang diselimuti salju yang sangat putih dan berkilauan. Rombongan kami di kawal oleh dua orang ‘pawang’ yang memberikan komando di depan dan menjaga rombongan. Beberapa kali rusa diajak berlari dan kereta pun meluncur dengan cepatnya, whoooohooooo….!! Saya dan Indah berteriak seru, kegirangan! Hahaha…iyaaa, iyaa norak yaaa…biariiiinn….seruuuu banget…


Saya dan Indah riding a reindeer sleigh into the deep forest of Rovaniemi. Marvelous!
 
Beberapa kali, saya dan Indah berkomentar “Ndah, ini beneran ya, kita beneran liburannya yah….” Atau “Cid, ini kok kayak mimpi ya, ini beneran kayak di film ya…” Hahahaha…juara deh noraknya! Biareeeennn….

Oiya, karena kereta ditarik beriringan dengan jarak berdekatan, posisi rusa di belakang kami berada cukup dekat dengan kepala dan muka kami, terutama jika laju kereta sedang melambat atau berhenti. Tapi entah kenapa ya, ketika rusa lain cenderung menjauhkan kepala dari penumpang di depannya, berbeda dengan rusa di belakang kami yang seneng banget dekat-dekat dengan kepala dan muka kami….iiih! Dan karena badungnya rusa ini, kami beri nama Badrun. Jadi sering tuh di jalan, kami sibuk ngomel “Badrun, make some space, will you?” ….atau “hey Badrun, sana deh ah, ngapain sih nyruduk-nyruduk”….atau “Ye, si Badrun,  ga usah ganjen deh ya deket-deket, hush hush…”. (Indah, dapet salam dari Badrun!)
Ini beberapa pemandangan sepanjang perjalanan.... simply amazing!

Pasukan reindeer sledge menembus hutan pinus dan tebalnya salju
 
Salju di sini putih bersih dan mengkilat, matahari berada cukup rendah, sekitar 45 derajat
All is white...beautiful!
 

Dog sledge….whohoooooo!!
Setelah beberapa saat, kami tiba di peternakan huskies (anjing kutub). Setelah diberi penjelasan singkat mengenai huskies, kami diijinkan untuk berkeliling peternakan dan mencoba dog sledge.
Dog sledge....whohooooo...!!

Apa itu dog sledge? Dog sledge mirip dengan kereta rusa, namun bedanya ditarik oleh anjing yang berlari, sementara rusa berjalan pelan (ataupun kalau berlari tidak sekencang huskies). Selain itu, design keretanya memungkinkan kita memilih untuk duduk dalam kereta atau berdiri dengan memegang tali kendali dan rem. Jika kita memilih untuk duduk (yang menurut saya ngga terasa fun), maka harus ada seseorang yang berdiri di belakang sebagai pengendali, namun jika kita memilih berdiri, maka tidak ada yang duduk pun, tidak apa, malah enak karena tidak ada beban tambahan maka anjing bisa semakin cepat berlari. Saya memilih untuk berdiri di belakang. Empat ekor anjing (dua jantan di depan dan dua betina di belakangnya) pun berlari kencang sekali dalam putaran lintasan yang sudah ditentukan dan kereta saya pun meluncur dengan kencangnya. Whohooooo… seru banget!! Saya berpegang erat pada tali kekang dan memastikan pijakan kaki saya tetap solid pada tempatnya, jika salah maka bisa-bisa kita terlempar dari kereta. Jangan takut, kalaupun terlempar, kita hanya akan terjerembab di tumpukan salju kok, tapi kan ngga seru aja…dan malu, cuy!  Kita hanya tinggal menekan pedal rem untuk menghentikan laju lari huskies dan kereta pun berhenti  dengan bantuan beberapa pawang. Wuaah… pengalaman yang seru banget!

Berada di udara terbuka dengan suhu yang mungkin mencapai minus 10-15 selama beberapa jam membuat mulai kami mulai kedinginan. Untungnya ada pondok kayu tertutup yang disediakan di tengah peternakan dan dengan api penghangat di tengahnya. Kami menikmati jus beri panas dan kue kering jahe yang nikmat sekali.

Menghangatkan diri sejenak di dalam pondok kayu, sembari menikmati jus beri hangat dan kue jahe yang yummy.

Setelah cukup hangat, kami keluar pondok dan berkeliling melihat beberapa huskies lainnya dengan diwanti-wanti untuk tidak menyentuh huskies yang berada dalam kurungan karena mereka sedang hamil dan bisa menggigit jika disentuh. Huskies lainnya cukup tertambat di pohon dan sangat jinak. Kami bisa memeluk dan mencium dengan bebasnya, dan ngga bau lho. Bulu mereka bersih dan mengkilat sehat. Setelah puas berkeliling dan berfoto, kami kembali ke kereta rusa untuk pulang ke peternakan rusa. Di perjalanan, kami sempat berpapasan dengan rombongan pengendara snowmobiles, mirip dengan jetski tapi berjalan di salju. Keliatan cukup seru. Jadi pengen…hmmm…
Salah satu husky yang jinak dan bulunya cantik sekali (dan ngga bau!)


 Let’s go meet Santa Clause
Perjalanan itu berakhir dengan suatu excitement yang luar biasa, yang bikin makan siang saya dan Indah penuh dengan komentar seru dan gelak tawa. Setelah menghabiskan satu porsi besar pizza (EUR 7) per orang (masing-masing, bukan share ya! Laper, man!), kami bergegas menuju halte bus. Perjalanan kami berikutnya adalah… Santa Clause Village! Yeay!

Pondok utama di Santa Clause village

Dengan ongkos EUR 2.4 sekali jalan, kami naik bis menuju Santa Clause Village, sekitar 30 menit dari tengah kota. Santa Clause village pada dasarnya adalah suatu “desa” dengan suasana natal yang amat kental. Ada beberapa pondokan dengan satu pondok utama sebagai markas besar Santa Clause. Well, beneran ada sih Santa Clause nya tapi bedanya dia tidak bagiin hadiah secara gratis ke anak-anak melainkan menyediakan toko-toko merchandise serba Lapland yang sangat menarik, dan ngga gratis tentunya. Semua toko ini dihias dengan elemen natal, menciptakan suasana yang menyenangkan sekali. Pertahanan saya jebol juga untuk ngga membeli apapun, setelah melihat satu blazer merah dengan ornamen bunga yang dijahit cantik dan dengan model unik (udah kartu mati banget buat saya kalau lihat pernik warna merah, jarang untuk ngga jatuh cinta), dan beberapa fridge magnet yang lucu-lucu.
Berbagai toko souvenir bertemakan Natal yang lucu-lucu. Walaupun agak mahal, namun barangnya sumpah lucu banget! Banyak doa ya sebelum masuk toko, supaya ngga kalap :)

Di halaman pondok utama itu ada boneka salju raksasa yang asli lho terbuat dari salju (ya iyalah, menurut ngana?). Ada juga satu gundukan salju dimana anak-anak bermain perosotan dengan satu papan kecil. Seru banget. Saya pingin banget sebenernya untuk ikutan meluncur dengan papan itu, tapi berhubung itu untuk anak-anak dan ada kemungkinan papan itu patah dengan berat badan saya, akhirnya saya cukup tahu diri untuk hanya berdiri di sampingnya sambil ikutan teriak-teriak seru dengan anak-anak kecil tersebut.

Oiya, di Santa Clause village ini tersedia kantor pos dimana kita bisa mengirimkan kartu natal ke manapun  dan siapapun, dengan prangko yang di cap khusus dari Santa Clause Village. Kartu natal ini akan dikirim menjelang natal.  Dan juga, karena letaknya di lingkar kutub (artic circle), maka ada garis yang menandakan keterangan lintang dan bujur bumi dimana kita berdiri. Wow!
Senja di Santa Clause Village


Setelah puas berkeliling dan mengambil foto-foto cantik (banyak banget sudut-sudut yang tampak cantik di foto, baik view dan mataharinya), saya dan Indah menuju ke halte bis untuk kembali ke tengah kota, ke tujuan selanjutnya Artic Museum.

By the way, tidak ada biaya masuk ke Santa Clause village dan tempat ini buka jam 10:00 dan tutup jam 17:00. Pastikan kamu tidak tertinggal bis yang terjadwal secara tepat waktu.

Artic museum
Sayang sekali, museum ini sudah tutup ketika kami tiba, huhuhu….padahal kami penasaran banget pingin tahu cerita-cerita seperti apa jaman es dulu, secara real di tempat yang memang sumbernya. Akhirnya kami cukup puas menonton suatu eksibisi dari suatu komunitas (mungkin mahasiswa jurusan seni) yang menampilkan berbagai seni rupa, umumnya patung dari es dengan bentuk yang unik. Mereka bahkan membuat tempat duduk ala teater yang bertingkat dari es lho! Patung-patung itu diberik efek cahaya warna-warni menghasilkan suatu kombinasi yang sangat apik.

Artic museum sisi teras / luar


Nyasaarrrr….!
Malam itu kami janjian dengan Esther untuk bertemu di satu meeting point, untuk acara barbeque-an di pinggir danau yang membeku sambil menunggu tengah malam untuk melihat Aurora Borealis. Untuk menghabiskan waktu, ehem…kami belanja, hehe! Cewek lah ya, ngga sah kalau ngga ngintip ke konter H&M dan beli sepotong dua potong dan berakhir 4 potong baju…dan juga sekantong plastik penuh coklat khas Finlandia yang tidak kalah enaknya dengan coklat Swiss.

Setelah puas belanja, kami memutuskan untuk kembali ke apartemen untuk leyeh-leyeh karena waktu masih menunjukkan pukul 9 malam, sedangkan kami janjian dengan Esther jam 22:30. Masalah yang kemudian muncul adalaaaahh…kami nyasar! Hahaha! Maklum, tadi pagi waktu berangkat kami berjalan buru-buru dan dipandu Esther melalui ‘jalan tikus’ yang kami tidak ingat. Berpegang pada peta juga tidak terlalu manjur, akhirnya kami bertanya ke mas-mas yang berpapasan di jalan, seorang anak muda dengan pakaian training suit dan menyandang gym bag – pasti habis nge-gym ya, Mas? (menurut loh??). Instead of telling us the direction to the train station, mas ini malah menawarkan untuk mengantarkan kami. What??? Saya dan Indah pandang-pandangan, hmmm…aman ngga ya? Beneran baik ngga ya orang ini? Gimana kalau nanti kami diculik? Terus disekap? Terus dijual? Hehehe…lebay sangat! Akhirnya kami sepakat untuk menerima tawaran mas itu. Dia mengajak kami ke tempat parkir mobil di apartemen ceweknya (Huuuuu….penonton kuciwa) dan dengan mobilnya diantarlah kami menuju stasiun yang tidak jauh dari apartemen Esther. Amaaaann.... pheeeew...

Apartemen Esther terletak di gedung yang agak ke belakang dari komplek dan untuk ke sana, kami harus melalui suatu jalan setapak yang sepi. Saya dan Indah berjalan beriringan, dan tiba-tiba Indah berbisik "Jangan kaget ya, Cid...loe terus aja jalan, jangan noleh...di belakang kita ada cowok rambut gondrong ngikutin kita...loe siapin aja kunci pintu biar kita bisa langsung masuk". Aaaahh...saya langsung deg-deg an. Tempat sepi, asing, gelap dan ada orang asing ngikutin kami jalan. Terdengar gasrukan langkah kakinya di tengah jalan setapak yang berlapis salju itu. Saya dan Indah agak terbirit buka pintu dan langsung masuk, berpapasan dengan seorang cewek yang keluar dan ternyata menemui cowok itu! Ooo temennya! Hahahaha... parno tingkat menteri! Lupa kalau ini negeri jauh lebih aman daripada kampung halaman sendiri...hihi..

Next time ya, Astrid…next time..
Jam 22:00 kami beranjak dari apartemen menuju gereja dekat stasiun sebagai meeting point dengan Esther yang langsung menuju ke sana selepas ia bekerja. Selain mahasiswa S2, Esther juga nyambi bekerja di suatu travel agent. Udara malam itu luar biasa dingin. Buat saya pribadi, kelemahan saya adalah telapak tangan. Mau setebal apapun sarung tangan, tetap dinginnya terasa sampai ke ujung-ujung jari. Bolak-balik saya meniup telapak tangan saya dari ujung sarung tangan di pergelangan tangan, mencoba memberi hawa hangat ke telapak tangan.

Setelah bertemu Esther, kami berjalan menuju ke danau yang beku, dimana di tepiannya telah disediakan beberapa pondokan kayu dan tempat untuk api unggun, lengkap dengan potongan-potongan kayu. Rencananya kami akan membuat api unggun sebagai penghangat badan sambil menunggu datangnya Aurora Borealis.
Beberapa potong sosis dan jagung sudah siap untuk dibakar, teh panas juga sudah siap di termos dan beberapa buah plum untuk tambahan cemilan. Esther dan Indah memilih kayu yang kering dan berusaha menyalakan api dari kayu tersebut, saya membantu dengan memegang lampu senter dan sobekan kertas. Setelah beberapa kali mencoba, Esther sempat kesal sendiri, api tetap tidak mau nyala karena kayu dalam keadaaan lembab. Dan tidak mungkin kami berdiri di tempat itu dalam cuaca yang sangat dingin (belakangan kami cek di apartemen, suhu saat itu adalah minus 21 derajat, pantesaaaann dingin mampus!). Saya dan Indah dalam dilema, antara setuju dengan saran Esther untuk balik ke apartemen atau nekat tetap di tempat itu karena kami yakin malam itu Aurora Borealis akan muncul, terlebih Esther cerita di malam sebelumnya cahaya itu muncul. Tapi akal sehat kami menang, kami memutuskan untuk nurut balik ke apartemen, walaupun dengan hati kuciwa (sangat!).

Kami berjalan dengan langkah cepat, berlomba dengan udara dingin yang membuat ujung-ujung jari kami mulai membiru dan terasa sakit. Kembali ke apartemen adalah keputusan yang tepat, jika tidak, bisa jadi kami akan terkena frostbite dan bisa berakibat fatal – konon katanya bisa mengakibatkan amputasi jari karena jaringan yang mati akibat membeku. Untuuuuungg…! Namun, sembari berjalan, saya dan Indah tidak bisa menyembunyikan harapan kami. Bolak balik kami melihat ke belakang, ke atas langit, sambil berdoa semoga Aurora itu berbaik hati dan menampakkan sedikiiiiit saja sinarnya, tapi ternyata tidak.  *sigh* Next time ya, Astrid… next time.
Tiba di apartemen, kami langsung bergulung dalam selimut tebal, menyalakan pemanas dan meminum secangkir teh panas. Walaupun kecewa tidak bisa melihat Aurora Borelis, namun malam itu kami lewatkan cukup berkesan. Kami bertiga mengobrol seru sampai jam 2 pagi, mulai dari berbagi impian dan cerita lalu, hingga harapan untuk bertemu lagi di Belanda suatu saat ketika Esther menggelar acara Bachelorette party – with or without a groom-to-be! What a brave decision, girl! Salut!

No comments: