Dengan berbekal city map dan print out petunjuk lokasi hostel kami, saya dan teman saya, Indah, langsung melangkahkan kaki untuk mencari hostel kami yang tidak terlalu jauh dari terminal bus tersebut. Hostel City Backpackers dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit. Thanks to Bapak tua di jalan yang sangat baik hati membantu mencarikan alamat tersebut. Namun satu kesalahan kami adalah berasumsi jika hostel akan buka 24 jam sehingga kami dapat masuk kapanpun dan menitipkan tas sambil menunggu waktu check-in di siang hari. Ketika tiba di depan hostel, kami mendapati pintu hostel masih terkunci, bagian dalam di Reception juga masih gelap dan tidak terlihat ada tanda-tanda akan segera buka. Petunjuk di pintu mengatakan hostel akan buka jam 09:00 pagi, artinya masih dua jam lagi! Olala!
Jangan lupa untuk pastikan jam operasi hostel atau info mereka jam kedatangan kamu. Jika kamu tiba diluar jam operasi, mereka dapat memberikan kode pintu masuk sehingga ngga perlu kedinginan menunggu di luar...hiks! |
Kota Stockholm pagi itu terlihat mulai menggeliat. Beberapa orang sudah mulai beraktifitas. Pegawai coffee shop yang siap membuka kios nya, beberapa bus sudah mulai beroperasi dan beberapa orang bergegas menuju terminal dan stasiun yang letaknya berdampingan. Dengan jaket tebal, syal, sarung tangan dan topi, orang-orang berjalan dengan sangat cepat, seperti berusaha berlomba dengan udara dingin yang menerpa tubuh. Ada beberapa yang dengan santai mengendarai sepeda (wuiih...seperti apa ya dinginnya itu). Menarik sekali memperhatikan kesibukkan kota di pagi hari, sembari ngobrol ngalor ngidul sama Indah. Salju pun masih turun.
Jam 8:45, kami memutuskan untuk berjalan mendekati hostel dan menunggu di halte bus. Akhirnya tepat jam 9, lobi hostel mulai nampak tanda-tanda kehidupan. Setelah check-in (walaupun belum bisa masuk kamar), kami menitipkan backpack di storage dan memanfaatkan dapur untuk sekedar membuat kopi hangat dan mencuci muka di kamar mandi. Setelah merasa segar, kami siap untuk memulai penjelajahan kota yang berpenduduk sekitar dua juta orang itu selama dua hari ke depan.Yeay :-)
Saya bagi cerita saya tentang Stockholm dalam beberapa bagian, karena terlalu banyak dan kompleks yang bisa diceritakan tentang Stockholm, the city where sea meets lake :-)
Transportasi
"It is easy to move between the different parts of the city and many of its attractions can be reached on foot"
Kalimat ini saya baca di buku "Guide Stockholm 2013". Dan hal ini betul adanya ketika kami membuka peta dan melihat jarak antara spot-spot wisata sebenarnya tidak terlalu jauh, well...secara saya doyan banget jalan kaki.
Episentrum keramaian kota Stockholm terletak di daerah City Terminalen dan Central Station, dimana terdapat banyak pusat perbelanjaan, butik dan restauran bertebaran, yang umumnya beroperasi dari jam 10 pagi hingga jam 5 sore. Akhir pekan pun, kota ini tetap ramai, berbeda dengan beberapa kota di Eropa pada umumnya cenderung sepi di akhir pekan.
Jika jalan kaki bukan favorit kamu, atau waktu yang dimiliki terbatas, jarak yang terlalu jauh, atau fisik yang tidak memungkinkan or whatever reasons, beberapa pilihan kartu terusan untuk berbagai moda transportasi tersedia dengan berbagai pilihan dan tarif:
Single trip - berlaku untuk bis, kereta, dan trem:
1 jam : 36 SEK
24 jam: 115 SEK
72 jam: ....hmm..berapa ya, maaf, catatan saya hilang, hehe..
Ada juga Stockholm Card yang menawarkan kelebihan gratis masuk ke 80 museum dan atraksi di Stockholm, free travel by public transports dan sepaket informasi tentang atraksi di Stockholm. Kartu ini juga tersedia dengan berbagai pilihan harga:
1 day : SEK 495
2 days : SEK 650
3 days : SEK 795
4 days : SEK 1050
Sebagai informasi nilai tukar saat itu (Feb 2013) adalah 1 SEK = Rp 1,700. Kartu tersebut dapat diperoleh di SL Center atau tourist information ataupun loket yang disediakan dan tersebar di stasiun ataupun terminal. Jangan lupa untuk mengaktifkan dengan cara "di jegrek" di loket atau tunjukkan ke 'kondektur' bis.
Stockholm central station yang terletak dekat dengan City Terminalen (terminal bis) |
Jangan kuatir untuk tersesat. Berbagai papan petunjuk cukup jelas, brosur dan peta gratisan tersebar di beberapa sudut kota, petugas publik dan masyarakat yang ramah dan pusat informasi turis yang walaupun akhir minggu tetap buka. Dan tidak hanya itu, mereka juga 'menjemput bola' dengan adanya mobil pusat informasi di beberapa sudut kota.
Oiya, untuk transportasi dari pusat kota ke airport Arlanda - demikian juga sebaliknya terdapat beberapa pilihan moda transportasi. (hati-hati, Stockholm memilki dua airport yang berjarak cukup jauh satu sama lain, Skavsta airport untuk budget airlines. Untuk alasan ekonomis, saya dan teman saya memilih menggunakan bus (coach) Flygbussarna dari City Terminalen ke Arlanda airport dengan jarak tempuh 40 menit. Keberangkatan pertama jam 3.45 pagi hingga tengah malam, dengan biaya 99 SEK. Tiket dapat dibeli di loket khusus di City Terminalen. Atau jika terburu-buru, Arlanda Express adalah pilihan yang tepat, SEK 260/one way dan waktu temput 20 menit saja.
IKEA
Ketika mendengar kata "Stockholm", hal yang terlintas pertama kali di kepala saya dan Indah adalah markas besar IKEA! Toko perabotan yang terkenal dengan disain minimalis namun fungsionalis dibalut dengan warna-warna yang manis. Swedia adalah rumah asal IKEA dan menarik tentunya untuk mengintip koleksi mereka di negara asalnya, walaupun dalam hati mengingatkan diri untuk tidak kalap belanja (mau ditaruh dimanaaaa di tas? hiks...)
IKEA yang dikelilingi tumpukan salju |
Ternyata koleksi dan harga yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan IKEA di Singapura. Mereka pun memiliki tata ruang yang kurang lebih sama. Saya dan Indah terus mengingatkan diri kami untuk menahan diri membeli pernik-pernik lucu. Beberapa dompet dengan warna yang manis, container dengan bentuk unik, lampu tempel laptop, adalah beberapa barang yang akhirnya kami beli, setelah berhasil memaksa diri meletakkan kembali sarung bantal, sprei (saya nyaris membeli gorden bercorak ungu manis). Setelah menghabiskan beberapa jam berkeliling bangunan empat lantai tersebut, kami merasa kelaparan. Pilihan berakhir di hotdog seharga EUR 1, dan saya menghabiskan 4 buah! :-)
Vasa Muset
Ini satu musem yang jangan dilewatkan. Apa sih yang menarik dari museum ini? Begitu kami masuk di area utama, langsung terbentang sebuah kapal kayu raksasa yang menjulang hingga atap bangunan yang sangat tinggi. Dialah kapal Vasa yang tenggelam di abad 17 dalam pelayaran perdananya, dan kemudian ditemukan dan diangkat ke permukaan setelah lebih dari 300 tahun terdampar di bawah laut (tahun 1961). 95% material kapal ini tetap dipertahankan seperti aslinya. Museum ini terletak di daerah Djurgarden dan ditempuh dengan trem selama 5 menit dari City Terminalen. Saya menghabiskan waktu sekitar 2 jam di sana. Jangan lewatkan pemutaran film sejarah proses pengangkatan kapal ini di teater kecil yang tersedia di dekat pintu masuk. Kalau tidak salah, hampir setiap jam ada jadwal pemutaran.
Kapal Vasa yang berhasil dipugar kembali setelah lebih 300 tahun terdampar di bawah laut. Siapa yang mengira 95% material kapal ini dipertahankan seperti aslinya! |
Gamla Stan dan Royal
Palace
Sungguh menyenangkan berjalan-jalan di Gamla Stan atau yang berarti
Old Town. Daerah ini seperti sebuah pedestrian yang hidup, dimana di sisi kanan
dan kiri terdapat berbagai berbagai toko unik, mulai dari toko souvenir khas
Swedia, café dengan design yang hangat, museum, gereja, toko barang antik, toko
buku baru dan bekas, dll. Jalanan yang lebih menyerupai lorong berliku diapit
oleh bangunan tua setinggi kurang lebih tiga-empat lantai, yang beberapa dicat
dengan warna cerah seperti merah, kuning, oranye. Walaupun sudah terbiasa
dengan gang senggol di Jakarta, tapi saya tetap terpana dengan kawasan yang
menawarkan suasana bak negeri dongeng ini, terlebih ketika saya strolling
around di saat senja, perpaduan gelapnya malam dan permainan cahaya lampu gang
dan teras rumah menambah bumbu daya tarik daerah ini. Saya berjalan berkeliling
tanpa lagi pedulu dengan peta. Saya hanya mengikuti kemana kaki melangkah, menikmati suasana, merasakan hawa dingin yang menghangatkan hati saya, dan terus melangkah mencari dimana ada toko
souvenir lucu :-)Maaf ya, ngeliat gambarnya agak memiringkan kepala sedikit, ngga ketemu menu untuk rotate nih di blog ini |
Selain ambience nya,
salah satu daya tarik Gamla Stan adalah Royal Palace, dimana banyak turis
menyaksikan prosesi pergantian penjaga istana. Seremonial pergantian penjaga
ini tidak hanya melibatkan baris-berbaris standar, tapi juga adanya pasukan
berkuda dan band militer. Prosesi ini digelar rutin setiap hari jam 12 siang,
kecuali Minggu dan hari libur pukul 1 siang.
Royal Palace yang dulunya merupakan tempat tinggal keluarga
kerajaan, konon katanya merupakan salah satu bangunan terbesar di dunia dengan
lebih dari 600 kamar (seru pastinya untuk main petak umpet). Saat ini istana
ini difungsikan sebagai kantor pemerintahan dan atraksi turis yang dapat
mengintip kemewahan istana abad 17 ini dengan membayar admission fee.
Nobel Museum
Museum nobel ini terletak di tengah kawasan Glam Stan. Di
museum berkonsep modern ini di bagian interiornya, kita bisa belajar sejarah Alfred Nobel serta
berbagai inovasi yang membawa kebaikan bagi dunia. Fasilitas layar sentuh
membuat kita mendapatkan informasi dengan lebih cepat dan interaktif (tidak
hanya berjalan melihat barang statis tulisan di buku, plat, patung dll seperti
umumnya museum). Museum ini buka setiap hari (kecuali Senin) dengan jam kerja
mulai jam 8 pagi hingga 5 sore. Museum ini menawarkan pelayanan guided tours secara gratis!Nobel Museum tampak dari pintu masuk |
Di depan museum, terpasang satu foto besar seorang Bapak
yang tadinya saya pikir foto Alfred Nobel, namun ternyata bukan. Ia adalah Tomas Transtomer
berkebangsaan Swedia yang menerima hadiah Nobel di bidang Literatur, lewat puisi-puisinya yang
dinilai inovatif. Saya yang kurang mengerti puisi, menyukai salah satu puisi
beliau yang lewat permainan kata-katanya memberikan gaya deskriptif yang membumi – saya memiliki persepsi puisi
itu harus menggunakan kata berbunga sehingga kesannya keren, sehingga semakin
membingungkan maka semakin bagus (padahal buat saya membingungkan).
Must-visit café yang terletak di depan Museum Nobel. |
Dan yang jangan sampai dilewatkan adalah mengunjungi sebuah
cafe di depan museum – tidak tepat di depan, agak ke samping kanan begitu
keluar museum. Saya tidak sengaja masuk ke café ini hanya karena ingin mencari
kehangatan dari secangkir kopi untuk melawan hawa dingin. Café ini menarik dari
luar dan sederhana, sesederhana bagian dalamnya yang mungkin hanya memuat tidak
lebih dari 20 orang dengan meja kursi biasa yang saling berdekatan. Saya
memesan capucino yang disajikan di
cangkir dengan ukuran jumbo, menyerupai mangkuk kecil, ditemani sepiring smoked
chicken spinach pie hangat yang sungguh nikmat rasanya. Total untuk ‘cemilan’
pie dan capucino adalah SEK 110 (sekitar Rp 187 ribu), cukup mahal namun karena
enak, ok lah ya. Ketika keluar, saya baru melihat ada tempelan sticker Trip
Advisor… ooo pantesan!
Dengan waktu yang terbatas, saya cukup terkesan dengan Stockholm. Kota ini tidak terlihat seperti ibukota suatu negara yang biasanya kental dengan kesan metropolis. Stockholm seperti memiliki karakter tersendiri yang membuat nyaman untuk kita berkeliling. Di malam hari,saya dan teman saya bisa menghabiskan berjam-jam untuk hunting foto berbagai sudut menarik dari kota ini.
Salah satu sudut kota Stockholm |
No comments:
Post a Comment