Saturday, October 16, 2010

Unconditional love? It does exist!

Malam ini saya ingin berbagi suatu tentang seseorang atau dua orang yang bernama orang tua. Kegelisahan saya ini berawal dari pengalaman saya pribadi dan juga beberapa teman yang sempat curhat ke saya, bagaimana frustrasinya mereka menghadapi bokap atau nyokap, atau bahkan keduanya. Ada yang bilang orang tua susah sekali dimengerti, ngga mau ngalah sama anaknya alias selalu mau menang sendiri, merasa paling segalanya, sangat protektif, terlalu menuntut suatu kesempurnaan dan lain-lain.

1. Sulit untuk dimengerti? Pepatah mengatakan “try to put yourself in somebody else’s shoes". Kalau kita bilang susah untuk mengerti orang tua, mungkin kita perlu sekali lagi bertanya pada diri kita, takaran atau standard siapakah yang kita pakai untuk mengerti orang lain itu? Standard kita kah? Kalau iya, berarti selamanya kita ngga akan pernah bisa mengerti orang lain. Kita bisa bilang orang tua tidak mengerti kalau anaknya perlu mengeluarkan pendapat dan ingin memutuskan sesuatu dalam hidupnya. Apakah benar itu? Pernahkah mencoba melihat dari hati dan kacamata mereka? Mungkinkah ada ketakutan dalam diri mereka bahwa kita akan melakukan kesalahan dengan keputusan kita dan akhirnya sengsara sendiri? Tidak semua orang bisa berpikir bahwa kadang seseorang perlu untuk “nyungsep” dulu untuk bisa bangun dan berjalan dengan gagah. Mereka kuatir bahwa hidup akan menyakiti kita ketika yang mereka inginkan hanyalah agar anaknya bahagia. Perlu diingat juga, jaman mereka mungkin berbeda dengan jaman kita, dan ngga semua orang tua hobi nonton CNN atau beredar di Facebook untuk melihat seperti apa kondisi berubah akhirnya apa yang mereka pikirkan dulu adalah valid untuk sekarang.

2. Ngga mau ngalah alias mau menang sendiri? Benarkah? Apakah itu ego dan emosi kita yang berbicara atau benar hati nurani kita yang dengan obyektif menilai saat kehendak kita dan mereka tidak sejalan? Apakah pernah kita mencoba untuk secara tenang dan tulus mendekati, meyakinkan dan memberikan pengertian terhadap mereka? Sehingga kekuatiran yang ada pada diri mereka sirna dan menyetujui apa yang kita ingin lakukan.

3. Merasa paling segalanya? Hohoho..!! Saya yakin ini adalah ego seorang anak yang berbicara. Pada dasarnya setiap orang memiliki naluri untuk selalu dapat merasa lebih dari yang lainnya. Lebih keren, lebih seksi, lebih pintar dll. Sesuatu yang wajar, jika tidak berlebihan dan tidak menyakiti sesama. Begitupun orang tua yang notabene adalah manusia biasa. Pada saat kondisi seperti ini, sebenarnya bisa kita manfaatkan. Benarkan mereka sehingga mereka merasa ego nya terpenuhi, kemudian kita bisa masuk untuk secara pelan ”merasuki” ide kita dalam pikiran mereka. Maka biasanya, mereka akan dengan suka hati membenarkan ide kita. Tergantung bagaimana cara kita memainkan peran kita. Ngga berhasil sekali? Coba lagi dan lagi, jika kita merasa itu adalah ide yang kayak diperjuangkan.

4. Protektif? Bukankah hal itu yang kita juga lakukan pada seseorang yang kita sayangi, baik sadar atau tidak? Orang tua adalah mereka yang memiliki kekayaan pengalaman hidup yang jauh lebih banyak dari kita dan mengetahui gimana hidup dapat sedemikian keras terhadap siapapun. Dan naluri sebagai orang tua yang mendorong mereka untuk seperti itu. Simply hanya untuk menjaga anaknya. Jika kadarnya sudah membuat kita cukup jengah dan gerah, yuk kita bertanya pada diri kita, apakah kita juga sudah cukup memberikan alasan yang kuat untuk menenangkan hati mereka? Bahwa kita akan baik-baik saja? Ataukah memang benar ketakutan mereka beralasan. Kita mau clubbing hingga pagi hari, tanpa mereka mengenal teman-teman kita, seperti apakah dunia clubbing itu, bagaimana transportasi pulang dan pergi ataukah memang benar kekuatiran mereka beralasan? Narkoba? Resiko kriminalitas yang mengancam? Apakah naruni tulus kita sanggup untuk menilai ini, naruni tanpa kekerasan ego?

5. Tuntutan suatu kesempurnaan? Siapapun di dunia ini pasti sadar bahwa prinsip ’nobody’s perfect’ itu benar adanya, lepas apakah itu akhirnya menjadi pembenaran atas kesalahan yang kita lakukan. Saya pribadi lebih percaya pada proses yang terbentuk dalam menuju suatu ”kesempurnaan”, bagaimana dalam setiap tahap proses tersebut, kita tumbuh dan berkembang, memacu untuk menjadi semakin baik. Mungkin inilah yang juga dirasakan oleh orang tua kita. Mencoba mendorong anaknya menjadi lebih dan lebih baik, tidak pernah berhenti.

Saat ini pasti yang terpikir di ”golongan anak” adalah saya yang terlalu memihak dan membenarkan orang tua (selain sok tahu tentunya). Sebenarnya ngga juga. Saya sadar sepenuhnya prinsip nomor 5 di atas. Namun saya juga sangat percaya dengan segala kelemahan orang tua sebagai manusia biasa, segala cara mereka yang mungkin sulit untuk kita pahami...saya percaya bahwa tidak ada cinta apapun sebesar cinta orang tua ke anaknya! Totally unconditional love! Namun, sayangnya saya mengetahui itu di saat semua sudah terlambat. Tidak ada kesempatan lagi untuk saya untuk juga belajar mengerti dan memahami orang tua saya dengan segala kekuatiran dan kelemahan mereka. Bahkan sedetikpun untuk dapat bilang kalau saya menyayangi mereka.

Jadi untuk teman-teman yang masih memiliki kesempatan itu, manfaatkanlah! Jangan pernah menunggu sedetikpun. Jangan sampai penyesalan yang saya miliki menimpa teman-teman juga. Percayalah, by the end of the day, segala perseteruan itu, segala kekesalan dan kemarahan kita tidak akan berarti! They do not matter at all!

**buat yg protes, iyaaa deeeeh...next time, I'll try put it from the point of view of the children ya...depend upon my mood, of course...hehehe...



1 comment:

Anonymous said...

Ini komentar dari seorang teman, Ricky, sent by email, yg menurut saya bagus utk di share:

- Gue ngerti sekarang, kenapa seorang ayah rela digebukin or masuk penjara karna nyolong ayam SUPAYA anaknya makan

- Gue ngerti sekarang kenapa ada seorang ibu melacurkan (maaf agak kasar) dirinya supaya anaknya bisa bersekolah

- Gue ngerti kenapa orang tua gak bisa tidur sampe pagi karna nungguin anaknya yang dugem sampe pulang (untungnya sang anak pulang tidak dalam keadaan mabok) soalnya waktu kuliah biasanya kalo malem mingguan gue pulangnya bukan subuh tapi jam 7 AM ^_^

- gue ngerti sekarang rasanya gimana kecewa sekali sang orang tua terhadap dirinya sendiri karna ditolak nebus resep diapotik buat anaknya yang sakit hanya karna
uangnnya kurang CEBAN (This was happened in front of me)

- Gue tau rasanya buat para orang tua yang nangis sedih liat anaknya yang masi bayi harus ditusuk infus

- Gue tau rasanya kesepian, sedih buat para bapak yang harus pergi meninggalkan keluarga nya untuk melaut demi menafkahi keluarganya (gue tau rasanya long distance family)

- Gue ngerti rasanya orang tua yang cari pinjeman kesana kemari (akhirnya jatohnya minjem ke lintah darat) supaya bisa bawa anaknya berobat ke rumah sakit

- Gue juga ngerti rasanya punya gaji pas-pasan tiap hari was-was semoga kebutuhan anak tercukupi

- Gue gak akan marah ama temen yang yang ninggalin our company supaya bisa earn a better living supaya bisa menghidupi keluarganya (fact gue akan sangat ikut senang kalo liat temen berhasil)