Sunday, March 21, 2010

Cooking? not really my cup of tea.. ;-)


Aku suka bingung tapi di saat yang bersamaan juga salut dengan mereka, pria ataupun wanita, yang gemar sekali (dan jagoan) memasak. Mulai dari hanya sebatas nyeplok telur sampai dengan menghasilkan suatu crème brulee, dan mereka sangat menikmati setiap detik dari setiap detail prosesnya.

Seorang teman pernah bilang bahwa kadang untuk menghasilkan suatu karya kita perlu yang namanya passion ataupun mimpi. Salah satu syarat lain adalah kita mesti menyukai hasil akhir karya tersebut. Jadi kalau mau gemar dan jago masak (gemar dan jago bisa jadi dua hal yang berbeda lho), sesorang haruslah doyan makan(an). Wah, kalau begitu aku sudah pasti ngga bakalan pernah jago memasak, karena buatku makan hanyalah sekedar memenuhi kewajiban sebagai mahluk hidup. Atau kadang aku hanya menikmati suasana dalam acara makan tersebut, entah itu sedang kumpul bersama teman atau keluarga. Penasaran akan suatu makanan sudah pasti sering, tapi tidak sampai menjadikan saya seorang self-driven untuk berkeliling mencoba berbagai makanan.

Tapi bukan berarti aku ngga pernah coba yang namanya masak. Waktu aku SMP, aku mencoba suatu resep di majalah. Kalau ngga salah, Soto Kediri (atau Banjar? lupa) namanya. Aku mengikuti dengan patuh setiap takaran dan cara memasaknya. Setelah beberapa jam berlalu dengan dapur yang porak poranda, voilaaaa… akhirnya masakan itupun jadi dan begitu kucicipi, hmmmm… rasanya berubah menjadi opor! Jangan tanya, karena aku juga ngga ngerti, bahkan sampai sekarang!

Papaku seorang yang jago masak. Beliau tidak pernah sekalipun menggunakan buku resep, pun kalau ada suatu yang sifatnya berbentuk ”teori”, itu adalah hasil ingatannya akan warisan eyang yang sering mengajarkannya masak waktu kecil. Papa selalu berimprovisasi dengan segala bumbu dapur. Cemplungin – icipin – cemplungin lagi – icipin lagi... teruuuss begitu sampai didapat rasa yang pas.

Papaku sepertinya suatu bentuk pengecualian dari teori temenku tadi. Seingetku Papa rasanya ngga begitu terobsesi dengan yang namanya makanan. Biasa aja. Eh tapi tanteku pernah cerita kalau Papa waktu muda gemar banget makan enak. Ya iyalah, mana ada yang suka makan makanan yang ngga enak. Bermula dari aku kuliah sampai dengan aku kerja, papa selalu masakin aku bekel untuk makan siang. Setiap pagi lunch box ku sudah siap di meja makan, tinggal angkut. Satu set makan siang lengkap dengan kerupuk dan buah.

Kalau papa yang ”biasa” aja terhadap makanan, beda banget dengan sepupuku ini. Makanan seolah menjadi the biggest passion in her life! She can live with nothing but cooking! Hahaha… ngga segitunya sih sampai “can live without nothing”, tapi kecintaannya terhadap masak benar-benar membuatku mengacungkan semua jempol yang kupunya.

Kalau hari minggu siang, aku biasanya mengisi waktu dengan leyeh-leyeh, nonton dvd, tidur, pokoknya menjadi manusia yang paling tidak berguna di dunia, dia malahan sibuk sekali mencoba resep ini dan itu. Dan sepupuku ini tepat sekali dengan teori temenku tadi. Ia menyukai masak dan ia juga sangat tergila-gila dengan makanan. Ia tahu tempat-tempat makanan enak, mulai tukang lontong sayur di terminal Kampung Melayu sampai dengan mbok-mbok yang jual tengkleng di gerbang Pasar Klewer Solo. Baginya, setetes rasa dalam setiap makanan adalah penting! Buatku, lemper ayam dimanapun sama aja, yang bedain cuma apakah ayamnya banyak atau ngga, tapi buat sepupu ku ini, rasa gurih ketannya, bumbu adonan ayamnya sampai aroma dari bakaran daun pisang pembungkus lemper sangat diperhatikan. Buatku, sop yang dipanasin sama ngga itu ngga ada bedanya, tapi dia akan sangat willing untuk repot manasin dulu sebelum makan. Beruntung sekali bisa memiliki sepupu sepertinya, dijamin akan selalu makan enak dan ngga repot! Hehe…

Anyway, inti dari cerita ini, aku salut banget sama mereka yang memiliki passion. Apapun bentuknya. Tidak hanya sekedar memiliki, tapi melakoni dan mendalaminya dengan serius. Bagus-bagus kalau akhirnya bisa menjadikan itu menjadi suatu bisnis yang mendatangkan penghasilan. Seorang teman bilang bahwa ”nothing is a waste if you do it with passion.” It keeps you going.

Namun, aku juga tak kaluh salut dengan mereka yang melakukan sesuatu dengan baik, walaupun itu bukan passion mereka, dan dilakukan karena memang mereka harus lakukan itu. Contohnya Papaku. Kalau beliau ngga masak, aku dan kakakku pasti akan selalu jadi anak warung alias jajan di luar rumah terus. Apakah itu mendatangkan kebahagiaan– dilakukan karena keharusan? Sering dengan melihat bahwa apa yang kita kerjakan mendatangkan suatu manfaat (syukur-syukur kebahagiaan) buat orang lain, memberikan suatu kebahagian yang tak terkira untuk kita. Betul tak?

Awalnya Papa mungkin memasak karena suatu kewajiban, tapi aku yakin rasa sayang pada dua anaknya yang badung ini telah menumbuhkan suatu passion lain, yaitu memberikan yang terbaik kepada yang kita sayangi...

So, let your passion drives you to reach your dream, but in my case, cooking is definately not the one :-)

No comments: