Saturday, May 4, 2013

Mahalnya pelajaran ini.

Peristiwa ini terjadi di Mei 2011, ketika saya dan ketiga teman melakukan perjalanan backpacking selama kurang lebih 18 hari di Eropa. Total kami berempat, perempuan semua - Indah, Dewi, Olivia/Olip dan saya.

Ceritanya mungkin ngga penting-penting amat sih, cuma buat saya (dan mungkin ketiga teman saya) jadi sepenggal cerita yang jika diingat, dibaca dan dibahas hingga hari ini bisa bikin senyum-senyum sendiri.

Dari kiri: Indah, saya, Dewi dan Olip (Prague, Czech)

So here is the story. Setting nya adalah di bandara Orli, Paris.

Jadwal penerbangan kami (Paris - KL) adalah pukul 10:30 menggunakan salah satu budget airlines di Asia. Malam sebelumnya kami sudah melakukan web check in, jadi besoknya di bandara kami hanya lakukan drop baggage saja, which is timeline-nya max 45 menit sebelum departure.

Begitu sampai bandara, sekitar jam 9:20 (iyaaa... I knooooww, ini udah injury time banget, definitely our bad!), kami memutuskan berpencar jadi dua. Saya dan Dewi mengurus wrapping tas, sedangkan Indah dan Olip bergerilya cari check in desk. Pukul 9.45, Indah dan Olip menghampiri saya, bilang check in desk nya udah tutup dan sebelumnya mereka di pingpong sana sini sama petugas airline. Kepanikan mulai muncul.

Akhirnya kami berendeng2 dengan dua troli dan backpack sebesar batu menhir Obelix, berkeliling mencari petugas bandara, yang bisa membantu (karena meja check in sudah bersih, tidak ada orang). Kami bertemu 3 orang petugas yang berbeda dan 3 kali pula kita mengulang cerita (cape deee...) padahal petugas yang 1 dan 2 masih ada di situ...hiks! Mereka tidak bisa beri solusi sampai akhirnya kami berkeras untuk bertemu kepala bandara (esmosi jiwa nih abis dipingpong). Akhirnya bertemulah kami dengan si madam (hehe..ngulang lagi deh cerita kronologis kejadian). Si madam kemudian telpon ground manager dari si airline, yang berjanji akan menemui kita dalam 30 menit (yang berarti setelah pesawat take off!). Wah, kami keukeuh jumekeuh banget protes keberatan. Kami berkeras kalau tidak salah, satu jam di awal kami udah tiba di check-in desk tapi dipingpong, sedangkan waktu tetap berjalan. Mulai dari bicara dengan nada sabar manis, sampai akhir nya menggunakan nada doremi tinggi, tetep lho tidak diijinkan masuk. Akhirnya bye-bye deh sama pesawat dan tiket hangus dengan sukses.



Munich, Germany
Ketika akhirnya bertemu Ground Manager, ia pun hanya say sorry tapi tidak beri solusi apapun, selain berjanji membantu mendapatkan seat di flight 2 hari kemudian (dan kita tetap diminta membayar selisih harga tiket). Kami berempat sepakat tidak mau. No matter what, kami harus pulang hari itu juga (dengan alasan masing-masing: cuti habis, ada jadwal business trip, visa mau habis dll)

Lemas, bingung, kesal, sedih, marah, kecewa (plus lapar!) menumpuk jadi satu. Tapi kemudian kami sadar, we have to do something, find solution. Kami langsung bergerak. "Ayo kita cari airline yg lain!" Caranya?? Orli adalah bandara, dimana sebagian besar (jika tidak seluruhnya) penerbangan adalah budget airlines, tidak ada lagi flight yang ke Jakarta/Asia, selain airline yang sama dengan tiket kami yang hangus, dan itupun baru akan ada jadwal terbang dua hari kemudian. Kami tidak menemukan sales office untuk commercial airlines.

"Kita browsing! Keluarin laptop loe, Ndah... Ayo, kita cari wifi!" Akhirnya kami berputar di bandara mencari hotspot. Dapat! Browsing punya browsing ke beberapa web, ketemulah Emirates yang menawarkan harga paling murah dibanding yang lain, dan ada dua kali penerbangan dalam sehari. Namun untuk ini, kami harus pindah ke bandara utama, Charles de Gaulle, yang berjarak cukup jauh dari Orli. Langsung kami bagi tugas.

Dewi + Olip: mencari informasi bagaimana caranya ke bandara Charles de Gaulle, naik apa, ongkosnya berapa, optionnya apa saja, berapa lama perjalanan dll. Mulai dari tanya tukang sapu bandara sampai kasir McD, dapetlah info dengan lengkap. Mantab!

Indah: mencari ATM karena kami semua sudah tidak punya banyak uang tunai yang tersisa, untuk bayar taxi dll. Berhasilah menggenggam sekian Euro. Siiip!

Saya: browsing di web Emirates (dan beberapa airlines lain), cari apa masih ada seat yg available, pilihan kelas tiketnya apa aja, jam berapa flightnya, dll. (sekalian jagain tas dan troli).

Kami berpencar dan serentak dalam 10 menit berkumpul lagi, sharing semua info yang didapat dan akhirnya kita memutuskan naik taksi. Memang ongkosnya paling mahal, tapi paling cepat. Kami sudah ngga punya waktu lagi karena pesawat take off dalam 3 jam.

Keluar bandara Orli, terjadilah kehebohan yang ngga kalah seru dengan sebelumnya (what a day banget deh tuh hari). Inget film Home Alone 2? Hehe...mirip banget adegan kehebohan di bandara, saat rombongan keluarga Macalister berlarian menuju gate dan Kevin terpisah dengan keluarganya.

Saya dan Indah, bergegas mendorong troli, sementara Dewi dan Olip berjalan di depan troli, membuka jalan. Siang itu, bandara penuh sesak ibarat terminal kampung rambutan, sumpek banget dengan rombongan orang yang semua seakan bergegas mengejar pesawat. "Excuse me, sir...ups, sorry...sorry...excuse me, mam", kami berulang kali mengucapkan kalimat ini dengan cukup keras, berlomba dengan kebisingan bandara, sambil setengah berlari mendorong troli dan beberapa kali ngga sengaja menabrak kaki orang.

Ketika sampai di pintu utama....deng dong!! Kok ngga ada taksi?? Kemana tuh taksi?

"Biar gue lari ke ujung dulu, loe pada di sini aja jagain tas, biar ngga bolak balik, ntar kalo ketemu taksinya, gue kasih kode", kata Dewi. Tidak lama, Dewi berteriaklah dia dari ujung "peron" bandara "Taksinya adaaa!! Ayooo!" Kami setengah berlari mendorong troli menghampiri tempat antri taksi.

(Lagi-lagi, kami tidak pusing dengan tatapan aneh orang-orang....hahaha)

Kami memasukkan semua tas ke bagasi taksi yang mirip Picanto atau Karimun. Alhasil bagasi tidak cukup menampung bawaan kami berempat, dan kami mesti memangku backpack hingga nyaris membuat muka dan badan tenggelam di antara backpack yang besar. No problem, yang penting bisa masuk semua dan langsung ngeeeeeng, tancap gas!

Sejam kemudian, setibanya di Charles de Gaulle (bayar taksinya cukup EUR 80 sajah, pemirsa), kami menuju ticket sales counter Emirates dan voilaaa...no more seats available! Lemes selemes2nya!! Padahal di web masih ada seat. Dengan harapan tipis, kami coba ke KLM dan Air France, ada sih seatnya, tapi harganya bisa bikin mules kepala, USD4,000/orang! Itu harga one way lho. Kami langsung balik lagi ke Emirates, dengan muka memelas dan desperado (bukan acting neh, beneran putus asa banget), minta tolong mas petugas tiket untuk cek lagi. Mas itu sih bilang, sebenarnya rute Paris - Dubai masih ada 4 seat, tapi Dubai - Jkt yang ngga ada. Dia kutak katik dengan komputernya, dan kami bilang, just put us in any connecting flight to Jkt, even if we have to wait for hours in Dubai. Tidak lama dia bilang "Yes, we still have all 4 seats for all routes!!" Tebak apa yg terjadi kemudian? Kami berempat berteriak hore dan tepuk tangan di depan mas petugas tersebut, reflek aja! Hahaha...diliatin orang? bodo amat deh...kalau bisa peluk itu mas petugas, udah kita peluk deh saking senengnya ^_^v


Kaukenhof, Belanda

Akhirnya pulanglah kami dengan damainya, walaupun nyesek banget kalau inget tiket yg hangus, plus kita bayar tiket lagi yg muahalnya amit-amit jabang bebi! Tapi ya sudahlah ya, semua itu tertutup dengan rasa seneng karena bisa pulang... :-)

Begitulah, pelajaran berharga yang sangat mahal (literally!!), yang bikin saya pribadi sekarang lebih baik lebay nunggu lama di bandara, daripada resiko tertinggal pesawat dengan datang mepet waktu :-)

Saturday, April 20, 2013

A journey full of surprises: What did I get myself into?

"What did I get myself into?"

Yeap...that was the question that was hitting my head over and over as I stepped into deeper side of the cave. Each step seemed to race to surprise me...big time! In the end, I found nothing, but GREAT FUN!! :)

This writing refers to my experience of joining the Blackwater rafting in Waitomo, North Island of New Zealand some years back - a true experience that was full of surprises.


When I first heard about "Blacwater rafting", I was thinking about a river that has different kind of color (black), something like the green color of a lake next to Mount Kelimutu in Flores, Nusa Tenggara. But I was totally wrong. The water has no relevance at all with the color, well ..not directly. Probably because it was located in the deep cave that has very limited access to sunshine. Probably.


I took the Black Labyrinth Tour which took me three hour of climbing, water tubing, leaping and floating through Ruakuri Cave. For me who never got any idea of what those are all about, the trip was like a journey of surprises. I could never guess what's coming next, and... what happened next managed to surprise me all the time!

I remember there was one moment when I was so hesitant to jump off into running water from (only) 1 meter high (and I had to do it backward - with the tube around my butt), the instructor shout "Come on, Astrid...you can do it, just jump and flow with the water!!". I counted to three in the long interval, while looking back to the water I was supposed to jump into... And I finally jumped! Surprisingly, it was really fun!


So over three hours, the ten of us took leaps of faith over cascading waterfalls and float serenely down an underground river. We got to enjoy the glow worm show on the vaulted limestone galleries up above.

We took couple of break, enjoyed some New Zealand chocolates (very nice one I must say) and catch some breath.


The journey concluded when we emerged into the sunlight of the Waitomo forest.

Here we come, Russia!

Memasuki Rusia, terutama berhadapan dengan petugas imigrasi Rusia, menjadi salah satu pengalaman yang sangat menarik (alias sangat dan sangaaaattt bikin jantung deg-deg an) buat saya dan juga Indah, temen seperjalanan saya dalam trip ke Scandinavia dan Rusia, bulan Februari lalu.

Kami masuk ke wilayah Rusia menggunakan kereta malam yang berangkat dari Helsinki central station sekitar pukul 17:20 waktu setempat. Kereta boleh dikatakan sangat nyaman. Satu kabin terdiri dari 4 tempat tidur tingkat. Kami sekamar dengan dua orang wanita lain warga negara Rusia. Seorang diantaranya, berusia sekitar 26-27 tahun, baru saja menyelesaikan S3 Phd dalam bidang bio molekul (yea, this sounds so scary, but she's very friendly...and helpful!) dan kembali ke Moscow dengan beberapa koper yang isinya buku semua! Kami sempat mengobrol ringan sebelum kemudian masing-masing asyik dengan bacaan (saya dan Indah asyik baca majalah abege ngga penting yang isinya gosip Holywood dan teknik bikin mata keren dengan eyeshadow ngejreng... hahaha...ngga penting banget kan?...dan dia baca satu buku science yang tebalnya seperti kamus)


Di tengah perjalanan, kabin kami diketuk petugas imigrasi Finland yang memeriksa paspor kami dan mengecap sebagai tanda keluar dari wilayah Schengen. Dalam keadaan kami sudah dinyatakan keluar dari Finland dan belum dinyatakan masuk Rusia, menjadikan kami in the middle of nowhere - jadi ingat film Tom Hanks yang terdampar di airport.

Anyway...kira-kira antara jam 22:00 - 23:00 (tidak ingat persisnya), kereta berhenti dan muncul pengumuman dari pengeras suara kalau kereta berhenti untuk pemeriksaan imigrasi, semua penumpang diminta untuk tetap tinggal di kabin masing-masing dan membuka pintu kabin. Tidak boleh ke toilet dan pintu akses gerbong dikunci. Rupanya kereta sudah memasuki wilayah Rusia. Terdengar beberapa orang berbicara dalam bahasa Rusia yang kami tidak mengerti. Tidak lama muncul seorang petugas berseragam di pintu kabin kami. "Your passport please" dan kami menyerahkan paspor kami. Ia menanyakan beberapa pertanyaan dalam bahasa Rusia dan diterjemahkan oleh mbak Phd (untuuuuuungg bangettt ada mbak ini). Pertanyaan cukup detail seperti mau ngapain di Moscow, tinggal dimana, bawa duit berapa, kenapa milih Moscow dll. Di sini adrenalin rush udah mulai berasa dan suasana cukup tegang (ditambah tampang mas-mas imigrasi yang juga kenceng bener, walaupun cukup manis dan dia sempet malu-malu godain si mbak Phd). Setelah mas itu selesai bertanya, ia mengembalikan paspor kami, tanpa di cap! Haiyaaa...ternyata pemeriksaan belum selesai :-(

Tidak lama datanglah ibu dengan seragam lengkap juga bertanya berbagai hal yang sangat detail (pertanyaan yang ngga relevan menurut saya) seperti belanja apa aja di Helsinki, berapa harganya, tunjukkan barangnya, mana bon nya, bawa obat apa aja, tunjukkan, ini obat apa, apa isi kantongan itu (dia ngeliat kantongan belanja yang kami bawa, apa isi tas kalian dll. Yang merepotkan bukan hanya pertanyaannya tapi permintaannya untuk melihat dan membongkar tas kami. Dalam kabin yang cukup sempit, membongkar tas backpack 65 liter bukan perkara mudah dan merapikannya kembali sungguh pe-er banget buat kami. Selama proses pemeriksaan, semua pertanyaan dan permintaan dalam bahasa Rusia (aduh, mbaaakk...kenapa sih ngga pakai Bahasa Inggris ajaaa...) dan kembali kami dibantu oleh Mbak Phd untuk diterjemahkan (hugs untuk mbak Phd ini).

Selesai pemeriksaan, paspor tetap.... belum dicap!! *sigh*

Baru kemudian datang seorang Ibu juga didampingi beberapa petugas lainnya datang dan meminta paspor kami kembali. Tidak banyak bertanya, hanya membalik-balik halaman paspor, akhirnya "cekrek" di cap lah paspor kami! Lega? Not yet.

Setelah kami selesai membereskan tas-tas yang tadi dibongkar, kami menutup pintu kabin untuk mengurangi ketegangan yang muncul dari suara-suara yang terdengar dari kabin-kabin sebelah yang sedang diperiksa. Mbak Phd itu menjelaskan kalau pemeriksaan seperti itu biasa banget dan termasuk tidak detail. Mereka bisa sangat menakutkan kalau pemeriksaan detail. Oh my God!! Di tengah obrolan kami, Mbak Phd  bilang "We'd better open the door. I think they will come again shortly for another check" What??? Huhuhuhu...it's not yet over apparantely.

Dan tidak lama datanglah Bapak-bapak gemuk. "Passport please". Saat membalik-balik halaman paspor kami, muncullah kembali pertanyaan-pertanyaan aneh, salah satunya adalah kenapa kalian memilih Copenhagen sebagai poin masuk dan keluar. Saya jawab apa adanya (sound silly but real), karena tiketnya ke sana paling murah dibanding landing di negara lain. Dia ngangguk2 aja. Ada juga pertanyaan kalian udah kemana aja? ngapain di negara itu? kenapa ke sana? gimana pembiayaan perjalanan itu? dan lain-lain.

Barulah setelah Bapak itu selesai, pemeriksaan benar-benar selesai. 4 lapis pemeriksaan sajahhh, saudara-saudara. Amin banget deh begitu selesai dan tidak lama kereta kembali melanjutkan perjalanan. Here we come, Russiaaaa.... :-)

Psstt...luckily ketika kami pulang, proses keluar dari Rusia di bandara sangat mulus dan lancar... :-)

Visa Rusia: difficult? Naaahh...still doable kok.

Bagi saya mengurus visa negara manapun selalu menumbulkan sensasi deg-deg an tersendiri. Terlebih karena kebiasaan saya yang berpergian dengan mengandalkan tiket promo. Namanya tike promo pasti tenggat waktu untuk issue jauuh sebelum tanggal keberangkatan. Alhasil saya sering pegang tiket yang sudah di issue tapi visa untuk masuk negara it sendiri belum ada di tangan. Iya sih, ini big gambling banget. Visa gagal, there goes millions of Rupiah for nothing. Makanya saya selalu taat dokumen saat pengurusan visa - cenderung lebay :-) , sama hal nya dengan saat saya mengajukan aplikasi visa Rusia beberapa waktu lalu.
 
Begitu melihat di website Kedutaan Rusia di Jakarta mengenai persyaratan dokumen yang harus disiapkan, saya pikir “Ah gampang-gampang dokumennya”. Ngga perlu keterangan bank atau surat sponsor kantor atau rekening 3 bulan terakhir...ah gampang lah. Yang diperlukan hanya:
  1. Form aplikasi visa yang telah diisi (dapat di download di link ini)
  2. Paspor asli dan fotokopinya (jangan lupa paspor mesti valid setidaknya selama 6 bulan)
  3. Foto 3x4 (untuk amannya pilih latar belakang putih, netral)
  4. Tiket airlines
  5. Invitation letter
Ternyata yang saya kira “gampang” ini bukannya tanpa usaha tambahan atau kepusingan tersendiri. Yang agak unik dan berbeda dengan persyaratan visa pada umumnya adalah invitation letter (baik untuk visa bisnis atau turis). Surat ini bukanlah surat undangan atau rekomendasi yang berasal dari kerabat, teman, relasi atau perusahaan yang berdomisili di Rusia, melainkan surat yang dikeluarkan oleh Kementrian Luar Negeri di Rusia (dweng! rempong kah? antara ya dan tidak). Gimana caranya?
Usaha yang pertama kali saya tempuh adalah menanyakan ke kedutaan Rusia di Jakarta, yang menginformasikan kalau biasanya pengurusan surat tersebut bisa dibantu oleh hotel atau beberapa agen yang telah ditunjuk di Rusia. Kemudian saya kontak hostel dimana saya sudah melakukan reservasi, yang memang menyediakan jasa pengurusan invitation letter tersebut, tapiiiii….sayangnya tidak bagi pendatang dari Indonesia. Entah apa alasannya. Alhasil saya kemudian browsing dan menemukan beberapa website agen di Moskow, yang katanya telah berpengalaman mengurus surat tersebut. Biaya yang ditawarkan untuk pengurusan surat ini bervariasi
  1. EUR 20 (surat jadi dalam 1-2 hari kerja)
  2. EUR 30 (surat jadi dalam hari yang sama/ekspres)
Waktu sudah agak mepet sehingga makin deg-deg an lah saya. Gimana kalau agen ini ngga reliable? Gimana kalau surat tersebut tidak bisa diterbitkan alias aplikasi saya ditolak? Gimana kalau surat tersebut walaupun diterbitkan tapi tidak diakui sama kedutaan? Pertanyaan 'gimana dan 'gimana berkecamuk di kepala saya. Dari beberapa referensi dan informasi yang disajikan, saya memilih satu agen online way to russia Saya memasukkan aplikasi untuk single entry dan processing time satu hingga dua hari (ada juga yang ekspres, surat jadi di hari yang sama)
 
Satu hari setelah saya memasukkan aplikasi permohonan surat tersebut melalui website mereka, saya mendapatkan email konfirmasi yang meminta bukti reservasi hotel yang telah saya lakukan. Saya emailkan bukti konfirmasi reservasi hotel saya. Tak lama mereka email kembali, mengatakan jika kartu kredit yang saya cantumkan di form mengalami gagal bayar! Haiyaaa! Saya kontak bank penerbit yang mengatakan tidak ada masalah di kartu saya dan (untungnya) belum ada transaksi yang terjadi sehubungan dengan pengurusan surat tersebut. Tidak mau ambil resiko, saya informasikan detail kartu kredit saya yang lain (tanpa 3 digit angka yang tercantum di belakang kartu). Tidak lama mereka email saya kembali, mengkonfirmasi transaksi kartu berhasil dan surat akan dikirimkan sesaat lagi dalam email terpisah. Dan benar, selang 30 menit kemudian surat tersebut sampai di inbox email saya, siap untuk diprint dan disertakan dalam aplikasi visa turis saya.
 
Ini contoh invitation letter yang dimaksud:
 
 
Setelah semua dokumen lengkap saya siapkan, saya submit ke Kedutaan Rusia di daerah Kuningan, Jakarta. Dokumen tersebut diterima dan dicek oleh mbak-mbak di bagian visa. Beberapa dokumen seperti reservasi penginapan dan tiket kereta dikembalikan ke saya (saya masuk ke Rusia menggunakan kereta dari Helsinki dan keluar dari Moscow dengan pesawat). Ketika saya tanya kenapa dikembalikan, mbak tersebut bilang kalau hanya hotel (bukan hostel ya, apalagi hostel backpackers seperti yang saya booking) dan tiket pesawat (bukan kereta atau moda transportasi lain) yang dihitung oleh kedutaaan. Saya menggangguk-angguk saja, tapi menekankan ke mbak nya kalau ada kekurangan dokumen lain, tolong saya dikabari segera ya, mbak…(alias jangan langsung ditolak visanya ya, mbak... kata saya dalam hati).
 
Setelah membayar Rp 700,000 (USD 70 dengan kurs IDR 10,000), saya menerima bukti pembayaran yang akan digunakan untuk pengambilan visa seminggu kemudian. Oiya, jika kamu ingin membayar dengan mata uang USD, sebaiknya dicek dulu ke Kedutaan masalah kode huruf dari nomer seri uang dollar, karena hanya kode huruf tertentu saja yang mereka dapat terima. Amannya sih, bayar pakai rupiah walaupun kurs nya agak lebih tinggi dari pasar.
 
Saat saya mengambil visa seminggu kemudian (di approve, yeay!), saya menanyakan ke mbak di bagian visa masalah visa registration atau wajib lapor bagi pengunjung ke polisi/imigrasi setempat. Mbak tersebut bilang, memang benar ada persyaratan seperti ini di Rusia dan menyarankan sebaiknya minta tolong hotel untuk melakukan ini untuk menghindari kerepotan yang tidak diinginkan seperti kendala bahasa. Hostel tempat saya menginap dapat memberikan bantuan ini dengan biaya sebesar USD 20, namun ketika saya check in, mereka bilang tidak perlu karena saya hanya dua hari saja di Rusia. Jika nanti di jalan, pas lagi apes, saya diciduk polisi, hotel bilang telepon saja ke mereka. Pemeriksaan ini memang jaraaaang banget dilakukan tapi siapa yang tahu ya kalau namanya apes. Tapi saya turuti saja saran hotel.
 
Begitulah lika-liku mengurus visa Rusia. Ada yang bilang repot, jarang dikabulkan, dll...challenging but still doable :-) tapi yang jelas kerepotan itu tidak seberapa, dibanding dengan pengalaman seru yang saya dapat selama 2 hari di Moscow :-D

Friday, May 4, 2012

The broken washing machine and 'ngupi' time

These past two days have been one of the most challenging days in my entire working life. It wasn't such a pleasant thing and it is not the thing that I want to share here. During that unfortunate moment, I found something fun and entertaining (at least for me).

Still in office, 8:50pm, sitting blankly at my messy cubicle and feeling nothing at all. Still dumb-founded with what just happened in the office. Suddenly my mobile phone rang. It was the call from one of my good friends Yanti.

Yanti: "Halo? Halo??? Kucrit?? Halooo...woy...!! Lo bisa denger suara gue ngga?? (Dengan suara kenceng)
Astrid: Iya, Yan...kenapa? (suara yg lemes)
Yanti: "Haloooo.....hoooy?? Kucriiit....!! Lo denger suara gue gaaa? (Suara sopran level dua belas)
Astrid: "Denger, Yan...kenapa?" (suara lemes sambil pengen jitak kepala si Yanti)
Yanti: "Halo?? Trit...bodo deh, denger ga denger gue ngomong ajah....mesin cuci gue kenapa ya, airnya ga mau masuk nih ke tabung mesin cucinya, kenapa yah...ga beres nih...ni mesin kan baru jg dua minggu, masa udah ngadat gini...kaga beres nih...kenapa ya, trit?" (mrepet kayak petasan cabe rawit)
Astrid: .....?? (pingsan stadium 4)

And there she was. Blabbering about her new lovely washing machine as if I was the technician that should haven known what went wrong with the machine, while I was struggling to stabilize my emotion. This girl sometimes can be so "amazing" (in a good way) ^_^v

The madness at work continued way much worse the next day. All the frustration, anger, fear, sadness and confusion came at much bigger speed and gravity level, that hardly bounced me back to the ground. And there was another call from Yanti, but this time I asked her to call my direct line to save me from screaming over my mobile phone because of the unstable signal of one service provider at my office building.

There was me, Yanti and Nitto on the conference line.

.......cutting the story short.....
Yanti: "Eh Trit, konfrenin juga si Chris dong..tu anak pasti lagi miting jam segini...kita recokin aja"
Nitto: "Emang elu, Yan...jam 10 pagi, bukannya kerja malah nangkring luluran di salon..."
Yanti: "Eh, gue kan ijin sakit tu hari...salahnya bos gue, dia percaya"
Astrid: "Kalo si Chris ngomel, tanggung jawab lu ye... gue sambungin bentar"
Yanti: "Iyee...kaga bakalan marah tu anak...paling mrepet doang..."

*dialing Chris' mobile number"

Chris: "Halo...." (suara galak)
Astrid: "Hoy, Chris...gue konfren in ye sama anak2, ada Yanti ama Nitto"

*dialing back to confrence line where Yanti and Nitto was laughing out loud over some silly things*

Yanti: "Woooii...Chris, lg ngapain lu? Meeting yak...hahaha...kita juga lg miting nih, mikirin ntar malem hang out kemane enaknya"
Nitto: "Dimane"
Yanti: "Kita ngupi2 aja..."
Astrid: "Ogah kalo cuma ngupi, gue lapaaarr...kudu makan berat"
Nitto: "Iya, daerah Kuningan aja, kaga 3in1"
Yanti: "Iya, bawel ye...atau hari Sabtu aja?"
Nitto: "Ga bisa wiken, family time.."
Yanti: "Halah, tau ga, anak loe juga empet tauk liat elu...ge'er aja lu"
Nitto: "Siakul..."
Chris: "ostopiloh...gue barusan rijek telpon emak gue karena gue lg di miting, dan sekarang gue kudu angkat tlp kalian yg ternyata cekikian ga jelas doang...bener2 ya lu orang pada. Bbm in gue aja dimana, jam berapa ntar malem" *Klik tutup telp*
*Bengong*

Those two calls might sound like just any ordinary calls, nothing special. But somehow, it was one of the things that have actually managed to bring back my sanity. Thanks, guys....and also thanks for the support and encouragement over the dinner and the 'ngupi' time... Yes, you're right...that's life...that's just one of the things in life...get over it and move on...keep going... :)

Tuesday, January 24, 2012

Words: to heal or hurt?

Have you ever heard the story of the little boy with a bad temper?

Lately I've been hearing stories from friends about how they got so upset with the people (boss, lovers, peers, siblings, etc) who got so easily saying hurtful words, and the next minutes asking for an apology (or even not), but the things kept recurring. It brought my mind about a story.... This is the story:

There was a boy who often loses his temper and shout hurtful words. The father was worried so he tried to explain it through actions. One day he handed his son a bag of nails, asking the boy that each time he loses his temper and shouts hurtful words, he must hammer a nail into the back of the wooden fence in their yard. On that first day, 37 nails went into the fence. Over the next few weeks the boy began discovering it was easier to hold his temper and his tongue than trek all the way out to the back fence and pound those nails into the fence.

After some time the boy proudly approached his father and announced he had not lost temper at all for several days. His wise father suggested his son pull out one nail for each temper-free day. Finally, boasting that all the nails were gone, the boy takes his dad's hand and leads him to the fence without nails. "You have done well, my son. Now look at the holes in the fence. It will never be the same. When you say things in anger your words leave scars, just like these holes."


We may have heard some people try to justify, rationalize or excuse their harsh words and disrespectful attitudes by saying "Oh, that was not a big deal, I didn't mean it", or "Aah, you're just too sensitive, relax, don't take it so seriously", or "Well, that is just me, get over it"


In life, there are so many occassions that could easily be the trigger of our anger. Anger itself is not evil, but unchecked anger and aggressive words can cause paralyzing fear, painful hurt. Harsh, harmful and hateful words can be just as deadly to our spirit as weapons of mass destruction are to our lives. Yes, words are that powerful, my friend.


I was once reminded thorugh a sermon in a church, that it is okay to be angry, but do not sin--don't use damaging words, condemn or tear down someone's self-esteem. The sin doesn't lie in the expression of anger, but in the way we use it. We can choose to express anger in healthy or unhealthy ways--in ways that heal or hurt. There is a difference between getting angry and being an angry person. When the expression of anger dominates our life and personality, we are no longer a person with anger, but an angry person. I can't imagine how a person can live through a day with that kind of baggage in his/her heart, must be so tiring.


When I was a child, I remember my father telling me, "If you can't say something nice about someone, don't say anything at all." This is not about stuffing or repressing anger, it is simply about respect and self-control.


Words are powerful. They can tear down or build up those closest to us. In the story above, the boy's wise father gently, but effectively pointed out the destruction angry words can produce, and the permanency of their scars.


What words that we choose to say are a concious choice. Do not blame the failure to choose to our character, instead it takes a huge commitment to change. It may not be easy as it may have been our character for years but these can be an incredible act that reflect an incredible strength that we have. Let's not fall into the trap of "biting and devouring" especially to those people we hold so dearly. Reckleass words can rip them into pieces, but on contrary, words can also build them up and create piece.


As my father said "Watch your words, young lady". Let our words be a blessing to the people around us....shall we?

Monday, January 23, 2012

Venice yang romantis

Venice menjadi gerbang pertama perjalanan saya memasuki Itali. Kalau sebelumnya saya sempat share gimana juara nya Roma dalam hal peninggalan budaya berabad-abad lalu, maka Venice menawarkan hal yang cukup berbeda.


Saya masuk Venice dengan kereta dari Salzburg dan tiba sekitar pukul 5 sore. Matahari masih terang seperti pukul 3 sore dan udara terasa sejuk, tidak sedingin di Salzburg tapi tidak terik panas juga. Jadi enak lah. Begitu kereta mendekati stasiun Santa Lucia, pengumuman di dalam kereta sudah mulai menggunakan Bahasa Itali disamping Bahasa Inggris tentunya (sebelumnya adalah Bahasa Jerman dan Inggris)


Begitu landing di stasiun, mata kami semua berbinar. Bukan karena pemandangan bagunan stasiun, bukan karena keindahan kota, tapi karena satu keindahan yang berseliweran di depan mata. Yeap! Cowok-cowok Itali yang merupakan mahluk Tuhan yang paling indah, hilir mudik di depan mata. Sumpah ya, bo...mulai dari mas-mas cleaning service, penjaga kios rokok sampai yang benar-benar gaya eksekutif muda, semuaaaa berpotensi minimal sebagai foto model di majalah atau berseliweran di panggung catwalk dunia! Saya sempat berpikir mungkin dulu saat Tuhan menciptakan kaum pria, Ia menambahkan satu racikan bumbu pada adonan pria Itali sehingga menghasilkan suatu maha karya yang sangat indah. Oooh.... :-)


Begitu tiba di luar stasiun, terpampang sungai /kanal yang cukup besar dengan aktivitas di dermaga yang cukup sibuk. Ternyata itu adalah semacam halte dari water boat yang menjadi urat nadi transportasi di Venice. Kota dengan penduduk sekitar 200 ribuan ini sebagian besar wilayahnya memang terdiri dari air dan bangunan pun didirikan di atas air. Jika dilihat di peta, Venice terletak dalam pulau yang menyerupai pecahan kaca yang berserakan, tidak heran begitu banyak kanal yang membelah kota ini.


Hostel kami berjarak sekitar 10 menit dari stasiun dengan berjalan kaki, namun perjalanan akhirnya melebar menjadi hampir 30 menit karena daya tarik dari toko-toko di sepanjang jalan yang terbuat dari paving block. Di sisi kanan dan kiri berderet kafe-kafe yang menggelar berbagai pilihan gelato, pizza, aneka pasta dan makanan khas Itali lainnya. Kemudian 'pagelaran' toko suvenir kecil seperti topeng, pakaian, pernik-pernik juga merupakan daya tarik yang cukup kuat. Toko sepatu dan tas juga tidak mau kalah menarik perhatian pengunjung yang mayoritas adalah turis. Akhirnya kami sepakat untuk bergegas ke hostel dan meletakkan gembolan tas dahulu baru kemudian melanjutkan 'gerilya' kami.

Hostel Allogi Geroto Calderan terletak di Lista di Spagna - salah satu jalan utama- dan di pojokan suatu square yang besar Campo San Geremia. Lokasi yang sangat strategis dan harga yang terjangkau EUR28 per orang untuk kamar kapasitas 4 orang.

Rialto Bridge dan George Clooney (?)
Setelah berganti sandal yang nyaman, menenteng jaket dan kamera, kami memulai gerilya kami. Tujuan pertama adalah Rialto Bridge. Lagi-lagi perjalanan ini banyak terganggu oleh deretan toko-toko di sepanjang jalan. Jalanan di Venice didominasi dengan paving block (mungkin semua jalanan) dan hanya dilewati oleh motor, sangat nyaman untuk pejalan kaki. Jalanan ini diapit oleh bangunan-bangunan tinggi yang sepertinya flat tempat tinggal, dengan lantai paling bawah dimanfaatkan sebagai toko. Deretan bangunan ini di beberapa titik dipisahkan oleh kanal sehingga jembatan-jembatan yang terbuat dari batu banyak sekali tersebar. Saya sempat berpikir, kok ngga ada anak-anak sekolah atau karyawan yang baru pulang kerja (saat itu adalah normalnya jam pulang kerja) dan kenapa sepanjang mata memandang hanya ada dua jenis manusia di sana, turis seperti kami dan penduduk lokal yang berjualan. Yang lain kemana?

Balik lagi ke Rialto Bridge. Mencari jembatan yang sangat tersohor sebagai "the true heart of Venice" tidak sulit. Di sepanjang jalan akan terpampang papan dengan anak panah "Rialto", tinggal ikuti tanda panah maka anda akan tiba di jembatan batu yang megah tersebut. Jembatan Rialto membelah kanal utama di Venice yang dikenal dengan Grand Cannal. Di sisi kiri dan kanan banyak berderet kafe dan gondola yang terpakir.


Saat kami tiba di sana sudah gelap dan kafe mulai ramai oleh pengunjung. Dengan view ke arah Jembatan Rialto dan gemerlapnya sisi kanal, kafe-kafe tersebut menawaran suasana romantis apalagi ditambah alunan biola yang secara live dimainkan. Kalau sudah begitu, saya hanya bisa berimajinasi berada dalam sebuah candle light dinner di pinggir kanal dengan iringan musik dari biola yang mendayu dan dengan seorang George Clooney di hadapan saya yang tersenyum manis menatap saya sangat dalam dengan matanya yang jenaka. "Ucrid!!! Ngapain loe senyum-senyum sendiri di situ! Ayo kita naik ke atas jembatan!!". Teriakan teman saya membuyarkan lamunan indah saya. Saya pun bergegas menyusul teman-teman saya. *sigh*


Malam itu kami habiskan dengan gentayangan di daerah seputar Rialto Bridge. Saya sempat ngiler dengan sepatu booth kulit yang terpajang di etalase toko yang sudah tutup. Kebanyakan toko di sini tutup sekitar pukul 7-8 malam kecuali kafe dan beberapa kios suvenir di pinggir jalan. Tapi lagi-lagi terbentur oleh pikiran "Gimana bawanya?". Salah satu ngga enaknya travel ala backpacking adalah keterbatasan tempat untuk bisa beli ini itu karena space yang terbatas di tas dan rute yang masih cukup panjang, tapi mungkin ini jadi salah satu berkah karena akhirnya kita ngga boros (tapi tetep lho saya masih kepikiran itu sepatu sampai sekarang!). Di beberapa titik kita bisa menemukan pengamen dengan alat musik mereka seperti biola, gitar, menambah suasana romantis kota itu.

Niat untuk mencoba gondola pun sontak kami batalkan mengingat harganya yang mencekik yaitu EUR 100. Kami cukup puas dengan berfoto dengan mas-mas pengayuh dengan seragam khas garis-garisnya itu. Sayang kami tidak berhasil membuat mereka menyanyi yang konon para pengayuh gondola memiliki suara indah ;-)

Kami mencoba pizza di salah satu kafe dimana banyak pengunjungnya memanfaatkan TV yang ada untuk nonton bola bersama. Cukup seru, entah siapa yang sedang tanding saat itu, tapi nikmatnya pizza seharga EUR 2 itu tidak membuat saya berpaling. Oiya, sorenya saya sempat mencicipi gelato yang merupakan cita-cita luhur saya jika menjejakkan kaki di tanah Itali ini. Simak ceritanya di "Gelato never dies".

Piazza San Marco
Esok paginya, kami memulai petualangan di pagi hari. Tujuan hari itu adalah ke Piazza San Marco. Berbekal peta dan tanya-tanya, kami menuju ke halte water bus di depan stasiun Santa Lucia. Harga tiket cukup membuat miris hati EUR 6 (Rp 72,000) untuk sekali jalan. Setelah mengantri bersama dengan orang-orang yang umumnye berangkat kerja, kami tiba di Piazza San Marco sekitar 45 menit kemudian. Water bus itu seperti layaknya bus umum di darat, mampir ke beberapa halte yang dibangun di atas air, jadi mengambang.




Tiba di Piazza San Marco, kami disambut oleh antrian ular naga panjangnya. Mereka mengantri dengan tertib untuk masuk ke gereja basilika St. Mark. Gereja dengan bangunan eksterior yang sangat unik dan megah, yang pasti di dalamnya pun menawarkan design yang tak kalah uniknya. Sayang karena waktu yang terbatas, kami memilih untuk menikmati dari luar saja bersama dengan burung-burung dara. Dengan sisa cookies yang kami beli sehari sebelumnya, kami meremas cookies itu di telapak tangan dan membentangkan ke atas. Hanya dalam hitungan detik berpuluh-puluh burung dara menghampiri dan mematuk-matuk remahan itu dari tangan kami. Wuaaaa...seruuuu...!! Kami berempat heboh sendiri dan alhasil kegiatan itu diikuti oleh turis-turis lainnya yang awalnya hanya tertarik melihat kenorakan kami :-)


Beberapa saat kemudian kami nikmati dengan duduk-duduk di tengah lapangan yang besaaaar itu, mencoba meresapi pengalaman ini. Udara cukup sejuk pagi itu dengan sinar hangat matahari. Walaupun suasana sudah mulai ramai pengunjung, tapi masih termasuk nyaman. Beberapa kios suvenir tersebar di beberapa sudut. Barang yang ditawarkan umumnya adalah kaos, syal, topi, snow ball, topeng khas Venice, dll.



Water taxi dengan rate Rp 720,000!!
Tidak sadar, waktu semakin siang dan kami tidak sadar jam yang terus bergulir. Ketika waktu sudah mepet, kami terlambat menyadari kalau tidak akan cukup waktu untuk kembali ke hotel dan mengejar kereta, dengan water bus seperti saat berangkat. Akhirnya tawar menawar dengan water taxi, kami memutuskan untuk menggunakan taxi ini. Cukup miris harganya yaitu EUR 60 untuk perjalanan sekitar 20 menit. Taxi ini semacam speed boat yang cukup nyaman dengan semi-sofa di bagian penumpang yang beratap. Tidak sabar dengan santainya bapak supir, kami beranjak berdiri di anjungan kemudi, dan memohon agar mempercepat laju. Tapi perjalanan di kanal-kanal yang sempit rupanya tidak mudah, belum lagi jika berpapasan dengan boat yang lain, maka kadang salah satu harus ada yang mengalah untuk mundur. Aaaahh....kamipun semakin stres karena waktu kiat mepet.

Begitu tiba di halte, kami langsung berhamburan lari ke hotel, ambil tas gemblokan yang sudah siap angkut dan lariiiii ke stasiun!! Waktu hanya kurang dari 10 menit dari jadwal kereta kami. Akhirnya kami berhasil tiba di stasiun setelah 6 menit kami berlari.


What a day!

Perjalanan kami selanjutnya adalah ke Roma. Simak ceritanya di link ini: The great ancient Rome

Sunday, January 22, 2012

The great ancient Rome

Roma menjadi salah satu kota yang saya dan ketiga travelmates saya kunjungi di bulan Mei 2011 lalu dalam 18 hari trip di Eropa. Saat itu cuaca cukup panas tapi gaung dari kemegahan Roma yang saya dengar sebelumnya membuat saya terus semangat untuk mengunjungi satu persatu yang menjadi highlights kota yang seperti 'lumbung' peninggalan berabad-abad lalu. Masih banyak sebenarnya yang belum sempat dikunjungi karena keterbatasan waktu dan tenaga juga, so seperti kata Bang Arnold di Terminator "I'll be back!!" :-) ....dan ngga di summer pastinya!

Semua perjalanan antar obyek wisata dilakukan dengan bus yang tidak terlalu sulit, hanya beberapa rute mesti cukup sabar menunggu di halte. Harga tiket bis kalau tidak salah ingat EUR 1 dan bisa dibeli di kios rokok/minimarket, dll.


Colloseum

While stands the coliseum, Rome shall standWhen falls the coliseum, Roma shall fall
And when the Rome falls, the world...

Penggalan puisi itu cukup dahsyat menggambarkan kekuatan Colloseum, sampai-sampai jika runtuh, maka seluruh Roma akan runtuh dan akhirnya dunia pun akan collapse. Menyaksikan Colloseum dari dekat pastinya beda dengan gambaran yang ada di internet atau brosur, beda karena aura dari "kedahsyatan" itu begitu terasa. Aura itu akan lebih terasa saat kita bisa masuk ke dalamnya, dimana amphiteater yang konon bisa menampung hingga 87,000 (!) orang menjadi saksi bisu kegagahan para gladiator bertarung, dan beberapa tewas mengenaskan.


Selagi di dalamnya, coba rasakan (dan juga sedikit berimajinasi tentunya) teriakan gemuruh penonton yang memuja gladiator yang gagah berdiri di tengah lapangan, sebelum bertaruh nyawa dalam pertarungan berdarah. Bayangkan gladiator yang tewas bersimbah darah atau pekik penonton yang menggila menyambut kemenangan gladiator. Tidak heran jika konon banyak yang bilang tempat itu berhantu, hantu dari para gladiator yang tewas. Wuiiii...saya sempat merinding.




Ada satu cerita yang saya sempat baca di salah satu sumber. Ketika Colleseum mengalami beberapa kali pemugaran dan beberapa batu berserakan di sekitarnya, ada seorang penduduk (mungkin tukangnya kali ya) yang mengambil salah satu batu itu untuk dipakai pemugaran di rumahnya. Cerita punya cerita, setelah itu, orang-orang di rumahnya sering sekali mendengar suara aneh seperti tangisan. Mereka menduga suara itu berasal dari batu tersebut dan karenanya batu itu kemudian diangkat, entah dikembalikan atau diapain.


Dua kali ke Colloseum, saya kebetulan datang selalu sore hari dan pemandangan sungguh menakjubkan. Sinar matahari sore yang masuk ke selah jendela memberikan efek yang cantik di foto. Selain itu, turis sudah mulai sepi sehingga proses penghayatan suasana lebih berasa (halah!). Oiya, di salah satu pintu gerbang, berdiri seorang "gladiator" lengkap dengan kostumnya untuk melayani turis yang ingin foto bersama. Cukup dengan merogoh kocek EUR10. Kalau saya malas, yaaa salah satunya karena si om gladiator itu jauhh banget dengan bayangan Russel Crowe yang ada di benak saya :)


Spanish Steps

Deretan 138 tangga ini sekilas sih kelihatannya biasa aja. Tangga gitu lho, dimana juga sama aja. Tapi salah satu hallmark kota Roma ini selalu dipadati pengunjung baik penduduk lokal maupun turis. Ngga ada sesuatu yang istimewa yang mereka lakukan selain kongkow2 dan ngobrol. Mungkin ini yang bikin menarik. Ngobrol di tangga, di udara terbuka dengan view orang lalu lalang di bawahnya.



Waktu saya di sana, ada salah satu pasangan yang sedang melakukan foto pre-wed. Saya yang ngeliatnya kok jadi berasa gerah sendiri. Bayangkan, saat itu tengah hari bolong yang panasnya udah kayak dipanggang, dan si calon mempelai wanita pakai baju ala cinderela dengan full make up dan ngedeprok di tangga sambil bergaya dengan sang cowok. Cukup menjadi tontonan orang-orang tapi mereka sih cuek bebek banget. Kalau saya, mbok ya pagi-pagi gitu lho atau agak sorean, yang mungkin ngga serame itu dan agak ademan juga.

Nama Spanish Step konon diambil karena letak kedutaan Spanyol yang berada di sana. Di ujung atas tangga ada gereja dan dibawah tangga ada kolam air mancur. Banyak pedagang yang berjualan bunga mawar merah batangan. Teman saya cukup kecele juga ketika ada seorang pria mendekati dan memberinya bunga "Miss...this flower is for you because you're so beautiful." Temen saya cukup tersipu namun ekspresinya seketika berubah ketika si mas penjual meminta harga dari bunga itu! Hahaaha...! Jualan juga buntutnya! :-)

The Vatican Museum

Sebelumnya saya ngga pernah suka yang namanya museum. Menurut saya, museum itu hanya bagus untuk foto-foto saja, dan merupakan tempat yang membosankan, bikin ngantuk. Tapi pendapat itu rasanya langsung runtuh begitu saya mengunjungi Museum Vatican.


Pagi itu rencananya saya dan ketiga travelmates saya berniat hadir di acara pemberian berkat langsung dari Paus Benedict di area basilika St. Petrus. Tapi karena acara baru mulai jam 1030 dan kami tiba masih sekitar jam 9, maka kami putuskan untuk ke museum Vatikan dulu. Lokasinya agak di luar dari basilika dan antrian masuk cukup panjang, tapi tertib. Setelah antri kira-kira 30 menit, kami mesti menitipkan tas tapi kamera untungnya boleh dibawa.


So what's so special about this place? Hmm...it's gonna be a very looong list to mention! It's trully the work of art! Begitu masuk, dengan suksesnya saya dibuat ternganga oleh satu lorong yang penuh lukisan-lukisan yang seperti hidup dan melayang. Tidak hanya terpajang di dinding, namun tersebar di sepanjang langit-langit, makanya mereka seperti melayang saking terlihat hidupnya. Ada juga lukisan (gambar di bawah) yang digambar di media batu, namun in such a way bisa bikin gambar itu seperti 3 dimensi dan seperti patung.


Salah satu highlight di museum ini adalah Sistine Chappel, yang merupakan tempat tinggal Paus. Di kapel yang dingin ini pengunjung tidak boleh mengambil foto dan berisik. Beberapa petugas dengan tampang sangar tersebar di sudut kapel dan di antara pengunjung. Mereka sering meneriakkan "Silenso...Silenso!" yang artinya "Harap tenang"...tapi mereka sendiri teriak-teriak, hihihi...gimana sih, om? Tempat ini indah sekali dan godaan untuk memfotonya sangat kuat. Ajaibnya, walaupun ngumpet-ngumpet dan tanpa blitz, para petugas itu tahu lho kalau ada yang ambil foto dan akan tidak ragu untuk mendamprat mereka.

Saya sendiri memilih langsung mencari duduk di pinggir kapel, menikmati suasana hening (agak rame juga sih). Aura dari kapel ini membuat hati serasa tenang. Saya sempat berpikir "Gila juga nih yang ngelukis, apa ngga pegel yah lehernya ngedongak ke atas terus, mau pake tangga kek, atau scafolding atau apapun itu. Dan apa matanya ngga perih yah kena cat". Dan ternyata konon sang maestro, Michelangello menjadi buta karena kegiatan melukisnya ini. A man with incredible passion and unbelievable determination!

Di museum ini, total ada 54 galleries, dan di awal kita dibekali satu buat alat audio lengkap dengan ear phone nya untuk mendengarkan cerita dari masing-masing spot, yang kita bisa pilih dengan mengatur 'klik'. Jadi saran saya, sediakan waktu minimal setengah hari untuk meng-eksplor tempat ini. Kalau capek, duduk aja dulu, baru kemudian lanjut lagi. Cerita dari masing-masing tempat cukup menarik.

Jangan lupa untuk mencoba tangga spiral yang ada di pintu keluar. Saya yang benci sekali tangga yang curam, awalnya agak takut dan gemeter juga liat tingginya tangga itu melingkar, tapi setelah dijalani, it wasn't that scary :-) *belagu*


Via de Condotti
Jalan ini cukup "menyeramkan", bukan karena banyak copet (ini sih hampir di semua tempat) atau banyak kriminal, tapi karena sepanjang jalan ini bertebaranlah butik-butik kelas dewa. Sebutlah Dior, Gucci, Bvlgari, Channel dll...ngeri kan? :-)

Dari luar sih, eksteriornya 'biasa' aja, dan katanya pelayanan mereka juga cukup manusiawi kok, dalam artian ngga diskriminasi. Pelanggan yang pakai sendal jepit dan ber-pack ria akan diperlakukan sama dengan yang celetak celetok pakai stiletto, full make up dan harum. Jadi kalau mau masuk, sok aja coba. Saya dan ketiga teman saya malah asyik mengejar 'om gladiator' alias seorang yang berkostum gladiator lengkap, yang seru buat diajak foto...hahaha...ngga penting banget!!!







Aksi cat-semprot yang memukau

Siapa bilang cowok-cowok Itali sebagai mahluk Tuhan yang paling indah itu hanya bisa bergaya dalam balutan suit yang necis, atau flirting dengan wanita, atau beraksi dalam film-film mafia...masih banyak lho yang rela bermandi keringat dan cat, ngedeprok di pinggir jalan dan beraksi dengan kanvas dan aneka botol cat semprot. Aksinya sangat menarik dan menghasilkan karya yang menarik pula. Dengan cat semprot dan beberapa bentuk cetakan kertas/karton, mereka beraksi menghasilkan gambar dengan berbagai efek warna. Tanpa sketsa, tanpa kuas, hanya dengan dengan cetakan, dan gesekan koran...voilaaaa....jadilah gambar cantik seperti di foto di bawah ini. Gambar ini dijual dengan harga EUR10. Kalau saya ngga kepikiran ribet ngebawa dalam backpack saya, pingin banget bisa beli gambar itu. Aksi lukis-semprot ini saya temukan di jalan menuju Trevi Fountain.


The Trevi Fountain

Salah satu a-must-vist-place di Roma adalah Trevi Fountain! Taraaaaa....!! Bunyi gemercik airnya dan bening kolamnya benar-benar menggoda saya untuk nyebur ke dalamnya, di tengah cuaca Roma yang hari itu seperti punya matahari dua! Air mancur ini sebenernya (menurut saya lho) biasa aja, tapi design patung-patungnya itu owkey banget! Tapi saya rasa yang menyebabkan fountain ini begitu mahsyurnya di seluruh jagad raya adalah mitos yang berkembang, entah benar atau tidak, but there's no harm in trying, isn't there? :-)

Mitos mengatakan jika kita melempar satu koin dari bahu kanan, konon kita akan bertunangan tahun depan. Namun jika kita melempar dua koin, maka kita akan menikah. TAPI hati-hati jika melempar dua koin dari bahu kiri, artinya kita dapat bercerai tahun ini. Atau pilihan terakhir adalah lempar satu koin dari bahu kiri, yang dipercaya akan membawa kita kembali ke Roma. Awas, dihapalin yah, jangan sampai ketukar. Amannya sih, sedia koin banyak: lempar satu lewat bahu kiri, kemudian satu koin dari bahu kanan dan terakhir dua koin dari bahu kanan juga. Artinya, kita akan kembali ke Roma, kemudian tunangan dan akhirnya menikah di Roma! Dengan cowok Itali juga tentunya! Hahaha...paket komplit!!


Untuk menuju tempat ini, cukup pasang mata ke beberapa signage di jalan yang menunjukkan panah ke arah fountain, yang terletak di antara gedung-gedung bertingkat. Jadi tidak terlihat dari jalan utama. Perhitungkan waktu ke sana, karena kesalahan saya adalah saya berkunjung siang hari bolong dimana pengunjung tumpah ruah seperti cendol dan alhasil untuk foto pun, harus berkali-kali bilang "Excuse me, sir...". Mungkin sore hari bisa jadi pilihan yang tepat.


The Vittorio Emanuele monument

Monumen ini sebenernya ngga sengaja saya "temukan" ketika sedang menikmati pemandangan kota dari dalam bus yang membawa saya dan ketiga teman saya kembali dari Trevi Fountain menuju Collesum. Monumen yang sekilas mirip dengan gaya istana merdeka di Jakarta terlihat seperti "baru" karena warna bangunannya yang putih kinclong, berbeda dengan rata-rata bangunan lain yang cenderung natural. Letaknya yang pas di tengah persimpangan besar cukup menarik perhatian.



Ternyata memang monumen ini tergolong baru karena 'baru' mulai diresmikan di tahun 1911, jauh beda dong sama 'kakak-kakaknya' yang hadir bahkan sebelum masehi. Monumen ini untuk menghormati raja Vittorio Emanuele yang konon berhasil menyatukan Itali untuk pertama kalinya. Monumen ini juga menyediakan akses untuk pengunjung naik hingga ke atas bangunan untuk menikmati pemandangan kota Roma. Entah apakah gratis atau bayar. Saya yang sudah 'pe-we' di dalam bus, tidak tergoda untuk turun untuk mencobanya dan cukup foto dari jendela bus yang berjalan (huh! pemalasss...hehe)

Friday, January 20, 2012

Notes from a dear friend

End of last year, surprisingly I received a message from a dear friend. I don't know about you, but it was quite seldom for me to receive a message or letter or notes, or whatever that is, which conveyed how a friend sees you, how they feel about you, etc... While reading it, I was like thinking "is that me? really? did I do that?". Well, I certainly realize my habits, how I do things, but still it feels strange to look all of them from the eyes of others. Anyway, I believe there is a purpose for every person that we meet. Some are there to test you, some will use you, some will teach you, and some will against you. And this friend, my coffee buddy, has certainly taught me a lot, especially how to be a bit more "human" , to relax and enjoy life! Wherever you are now, however life treats you, my pray and thoughts will always be with you, my friend... :)

Pertama kali masuk, gw sempt diinterview sama elo. Actually from the very beginning, quite curious sama yg namanya Astrid Damayanti. I have this sense, this girl is different :) and actually not easy either buat deket ama elo ya.. Hehe..

Gw mantau gerak gerik elo yg cekatan, yg setia duduk di kursi depan laptopnya berjam2.. Dalam hati gw waktu itu "Gile juga ni anak satu, apa pinggangnya kagak pegel ya? Gesit bgt... Hmmm... But somehow she's not that happy, I wonder why".. Itu yg gw rasain saat itu en ternyata ada sebagian yg salah, you always find your way for happiness! Even thru small things :) Full of spirit, positive minded.. And sometimes I thought at that time you were too ambitious, but again, I was wrong..

The more time goes by, the more I understand you :) You are one of the toughest friends I've ever known. And I am blessed to get to know you in person. Loe memberikan contoh yg baik buat orang2 di sekeliling elo tanpa loe notice, which is very good! :)

My wish, loe gak akan putus semangat dan harapan atas apapun yg loe ingin raih... One day, we can both sit down and flash back atas kehidupan kita masing2 and can laugh laugh with a cup of latte and my ciggy of course.. Hehe..

Hhhhh.. How time flies ya.. But good friends will never die. If you need a friend to cry or share things, you can count on me.. Insya Allah.. I value our friendships & won't ever forget nice things you have done for me, it meant a lot to me.. Thanks a bunch ya buddy! I know this will sounds *yucky* but you are one good hell of a friend that I care much top of people you might think when I was in still in the same office with you- secara gw juga gak punya banyak temen di sana, gak penting juga. Hahahaha!! Please take care of yourself, its a big world and lots of dangerous species outhere ;)

HUGS! and have a new spirit 2012, God Bless You, Astrit :)

My 2011 moment of truth

Without any intention to be such a melancholic person, I find it interesting to list down some of my most personal interesting moments in 2011 - just for fun ;-)

Most unfortunate event
Hmm… the first thing that came to my mind is when I successfully got thrown out from a running motorcycle (Ojek) and hit the ground (after banging my neck to the automatic stopping bar of a parking gate)...phewwww... This actually happened in the very end of December 2010, but the pain still remained until weeks afterward. Luckily doctor has confirmed that no serious injuries on my body especially the back neck ;)


Most exciting moment
I could say I was quite blessed to have the opportunity to do ‘big’ travels twice this year! The Europe trip was quite an experience for me in every aspects of it. Going on a trip to the world’s capital of adventure, New Zealand, has certainly adding another great value into my life.


Most boring moment
Hmmm...funny is that I can't think of any... I enjoyed every bit of my life, be it glorious moments or gloomy days, or even those in between. I could always find ways or things to do to occupy my mind so that I didn’t have time to feel bored….well, the worst case is you could always go to sleep, right? *wink*


The most adrenalin-rush activity
My recent skydiving in Taupo, New Zealand definitely ranks the top of my list!
The next one is when I have to deal (again!!) with my fear of the "invisible friends" at home. But I learned that sometimes it is all about our mind, how we can take fully control of it to help us direct our action. In short, I learn (still learning!) not to be afraid of them! huhuuhu....


I laughed most when...
Hmmm… I don’t remember the details of each reason when I burst into laughing, but I guess it is like hearing a sermon during Sunday mass at church – you could hardly remember the detail message but somehow it has managed to touch your soul and make you feel blessed, happy and even renewed.


However, there’s a friend whom never failed to make me giggling just simply by looking at his facial expression. He doesn’t have to say or do anything – Salam gegot, Patar Simatupang!! Hahaha..


Also the “injury time” incident at Salzburg train station was quite a huge laugh that I shared with my 3 travelmates: Dewi Sekar, Indah F Sari and Olivia AS


In any cases, I always believe that if you want to be happy, just be! You don’t need anyone or anything or any reason to make yourself happy. It is the ultimate decision you can make every single day, every single second in your life. Isn’t it amazing?? That is what I learn from Christian Saja.


Most exciting event organizing
The year of 2011 was quite packed with events organizing especially at work. Other than the regular workshops/seminars, organizing the participation in one big electric exhibition was the most challenging one for me – both mentally and physically. Months of preparation and 4 days of execution were quite a mind-stressful for me.


Then only in a week, another one was coming up again. And then (again) organizing a company family day attended by over 1400 people was quite stressful. Oh dear...


Most happy moment
My (late) father still remains the center of my happiness! Everything that comes around him has always given me special meaning. This year I was really happy and relieved that he has “a new home”. In my local culture (Javanese), after 1000 days of someone’s departure, we are encouraged to build a permanent place – changing the temporary grave. And last April (a bit late, but exactly on his 3 year memory), my brother and I went to the family cemetery in Solo to see the construction of his “new home”.


So, that is my story.... what's yours?