Roma menjadi salah satu kota yang saya dan ketiga travelmates saya kunjungi di bulan Mei 2011 lalu dalam 18 hari trip di Eropa. Saat itu cuaca cukup panas tapi gaung dari kemegahan Roma yang saya dengar sebelumnya membuat saya terus semangat untuk mengunjungi satu persatu yang menjadi highlights kota yang seperti 'lumbung' peninggalan berabad-abad lalu. Masih banyak sebenarnya yang belum sempat dikunjungi karena keterbatasan waktu dan tenaga juga, so seperti kata Bang Arnold di Terminator "I'll be back!!" :-) ....dan ngga di summer pastinya!
Semua perjalanan antar obyek wisata dilakukan dengan bus yang tidak terlalu sulit, hanya beberapa rute mesti cukup sabar menunggu di halte. Harga tiket bis kalau tidak salah ingat EUR 1 dan bisa dibeli di kios rokok/minimarket, dll.
Colloseum
While stands the coliseum, Rome shall standWhen falls the coliseum, Roma shall fall
And when the Rome falls, the world...
Penggalan puisi itu cukup dahsyat menggambarkan kekuatan Colloseum, sampai-sampai jika runtuh, maka seluruh Roma akan runtuh dan akhirnya dunia pun akan collapse. Menyaksikan Colloseum dari dekat pastinya beda dengan gambaran yang ada di internet atau brosur, beda karena aura dari "kedahsyatan" itu begitu terasa. Aura itu akan lebih terasa saat kita bisa masuk ke dalamnya, dimana amphiteater yang konon bisa menampung hingga 87,000 (!) orang menjadi saksi bisu kegagahan para gladiator bertarung, dan beberapa tewas mengenaskan.
Selagi di dalamnya, coba rasakan (dan juga sedikit berimajinasi tentunya) teriakan gemuruh penonton yang memuja gladiator yang gagah berdiri di tengah lapangan, sebelum bertaruh nyawa dalam pertarungan berdarah. Bayangkan gladiator yang tewas bersimbah darah atau pekik penonton yang menggila menyambut kemenangan gladiator. Tidak heran jika konon banyak yang bilang tempat itu berhantu, hantu dari para gladiator yang tewas. Wuiiii...saya sempat merinding.
Ada satu cerita yang saya sempat baca di salah satu sumber. Ketika Colleseum mengalami beberapa kali pemugaran dan beberapa batu berserakan di sekitarnya, ada seorang penduduk (mungkin tukangnya kali ya) yang mengambil salah satu batu itu untuk dipakai pemugaran di rumahnya. Cerita punya cerita, setelah itu, orang-orang di rumahnya sering sekali mendengar suara aneh seperti tangisan. Mereka menduga suara itu berasal dari batu tersebut dan karenanya batu itu kemudian diangkat, entah dikembalikan atau diapain.
Dua kali ke Colloseum, saya kebetulan datang selalu sore hari dan pemandangan sungguh menakjubkan. Sinar matahari sore yang masuk ke selah jendela memberikan efek yang cantik di foto. Selain itu, turis sudah mulai sepi sehingga proses penghayatan suasana lebih berasa (halah!). Oiya, di salah satu pintu gerbang, berdiri seorang "gladiator" lengkap dengan kostumnya untuk melayani turis yang ingin foto bersama. Cukup dengan merogoh kocek EUR10. Kalau saya malas, yaaa salah satunya karena si om gladiator itu jauhh banget dengan bayangan Russel Crowe yang ada di benak saya :)
Spanish Steps
Deretan 138 tangga ini sekilas sih kelihatannya biasa aja. Tangga gitu lho, dimana juga sama aja. Tapi salah satu hallmark kota Roma ini selalu dipadati pengunjung baik penduduk lokal maupun turis. Ngga ada sesuatu yang istimewa yang mereka lakukan selain kongkow2 dan ngobrol. Mungkin ini yang bikin menarik. Ngobrol di tangga, di udara terbuka dengan view orang lalu lalang di bawahnya.
Waktu saya di sana, ada salah satu pasangan yang sedang melakukan foto pre-wed. Saya yang ngeliatnya kok jadi berasa gerah sendiri. Bayangkan, saat itu tengah hari bolong yang panasnya udah kayak dipanggang, dan si calon mempelai wanita pakai baju ala cinderela dengan full make up dan ngedeprok di tangga sambil bergaya dengan sang cowok. Cukup menjadi tontonan orang-orang tapi mereka sih cuek bebek banget. Kalau saya,
mbok ya pagi-pagi gitu lho atau agak sorean, yang mungkin ngga serame itu dan agak ademan juga.
Nama Spanish Step konon diambil karena letak kedutaan Spanyol yang berada di sana. Di ujung atas tangga ada gereja dan dibawah tangga ada kolam air mancur. Banyak pedagang yang berjualan bunga mawar merah batangan. Teman saya cukup kecele juga ketika ada seorang pria mendekati dan memberinya bunga
"Miss...this flower is for you because you're so beautiful." Temen saya cukup tersipu namun ekspresinya seketika berubah ketika si mas penjual meminta harga dari bunga itu! Hahaaha...! Jualan juga buntutnya! :-)
The Vatican Museum
Sebelumnya saya ngga pernah suka yang namanya museum. Menurut saya, museum itu hanya bagus untuk foto-foto saja, dan merupakan tempat yang membosankan, bikin ngantuk. Tapi pendapat itu rasanya langsung runtuh begitu saya mengunjungi Museum Vatican.
Pagi itu rencananya saya dan ketiga travelmates saya berniat hadir di acara pemberian berkat langsung dari Paus Benedict di area basilika St. Petrus. Tapi karena acara baru mulai jam 1030 dan kami tiba masih sekitar jam 9, maka kami putuskan untuk ke museum Vatikan dulu. Lokasinya agak di luar dari basilika dan antrian masuk cukup panjang, tapi tertib. Setelah antri kira-kira 30 menit, kami mesti menitipkan tas tapi kamera untungnya boleh dibawa.
So what's so special about this place? Hmm...it's gonna be a very looong list to mention! It's trully the work of art! Begitu masuk, dengan suksesnya saya dibuat ternganga oleh satu lorong yang penuh lukisan-lukisan yang seperti hidup dan melayang. Tidak hanya terpajang di dinding, namun tersebar di sepanjang langit-langit, makanya mereka seperti melayang saking terlihat hidupnya. Ada juga lukisan (gambar di bawah) yang digambar di media batu, namun in such a way bisa bikin gambar itu seperti 3 dimensi dan seperti patung.
Salah satu highlight di museum ini adalah Sistine Chappel, yang merupakan tempat tinggal Paus. Di kapel yang dingin ini pengunjung tidak boleh mengambil foto dan berisik. Beberapa petugas dengan tampang sangar tersebar di sudut kapel dan di antara pengunjung. Mereka sering meneriakkan "Silenso...Silenso!" yang artinya "Harap tenang"...tapi mereka sendiri teriak-teriak, hihihi...gimana sih, om? Tempat ini indah sekali dan godaan untuk memfotonya sangat kuat. Ajaibnya, walaupun ngumpet-ngumpet dan tanpa blitz, para petugas itu tahu lho kalau ada yang ambil foto dan akan tidak ragu untuk mendamprat mereka.
Saya sendiri memilih langsung mencari duduk di pinggir kapel, menikmati suasana hening (agak rame juga sih). Aura dari kapel ini membuat hati serasa tenang. Saya sempat berpikir "Gila juga nih yang ngelukis, apa ngga pegel yah lehernya ngedongak ke atas terus, mau pake tangga kek, atau scafolding atau apapun itu. Dan apa matanya ngga perih yah kena cat". Dan ternyata konon sang maestro, Michelangello menjadi buta karena kegiatan melukisnya ini.
A man with incredible passion and unbelievable determination!
Di museum ini, total ada 54 galleries, dan di awal kita dibekali satu buat alat audio lengkap dengan ear phone nya untuk mendengarkan cerita dari masing-masing spot, yang kita bisa pilih dengan mengatur 'klik'. Jadi saran saya, sediakan waktu minimal setengah hari untuk meng-eksplor tempat ini. Kalau capek, duduk aja dulu, baru kemudian lanjut lagi. Cerita dari masing-masing tempat cukup menarik.
Jangan lupa untuk mencoba tangga spiral yang ada di pintu keluar. Saya yang benci sekali tangga yang curam, awalnya agak takut dan gemeter juga liat tingginya tangga itu melingkar, tapi setelah dijalani, it wasn't that scary :-) *belagu*
Via de Condotti
Jalan ini cukup "menyeramkan", bukan karena banyak copet (ini sih hampir di semua tempat) atau banyak kriminal, tapi karena sepanjang jalan ini bertebaranlah butik-butik kelas dewa. Sebutlah Dior, Gucci, Bvlgari, Channel dll...ngeri kan? :-)
Dari luar sih, eksteriornya 'biasa' aja, dan katanya pelayanan mereka juga cukup manusiawi kok, dalam artian ngga diskriminasi. Pelanggan yang pakai sendal jepit dan ber-pack ria akan diperlakukan sama dengan yang celetak celetok pakai stiletto, full make up dan harum. Jadi kalau mau masuk, sok aja coba. Saya dan ketiga teman saya malah asyik mengejar 'om gladiator' alias seorang yang berkostum gladiator lengkap, yang seru buat diajak foto...hahaha...ngga penting banget!!!
Aksi cat-semprot yang memukau
Siapa bilang cowok-cowok Itali sebagai mahluk Tuhan yang paling indah itu hanya bisa bergaya dalam balutan suit yang necis, atau flirting dengan wanita, atau beraksi dalam film-film mafia...masih banyak lho yang rela bermandi keringat dan cat, ngedeprok di pinggir jalan dan beraksi dengan kanvas dan aneka botol cat semprot. Aksinya sangat menarik dan menghasilkan karya yang menarik pula. Dengan cat semprot dan beberapa bentuk cetakan kertas/karton, mereka beraksi menghasilkan gambar dengan berbagai efek warna. Tanpa sketsa, tanpa kuas, hanya dengan dengan cetakan, dan gesekan koran...voilaaaa....jadilah gambar cantik seperti di foto di bawah ini. Gambar ini dijual dengan harga EUR10. Kalau saya ngga kepikiran ribet ngebawa dalam backpack saya, pingin banget bisa beli gambar itu. Aksi lukis-semprot ini saya temukan di jalan menuju Trevi Fountain.
The Trevi Fountain
Salah satu a-must-vist-place di Roma adalah Trevi Fountain! Taraaaaa....!! Bunyi gemercik airnya dan bening kolamnya benar-benar menggoda saya untuk nyebur ke dalamnya, di tengah cuaca Roma yang hari itu seperti punya matahari dua! Air mancur ini sebenernya (menurut saya lho) biasa aja, tapi design patung-patungnya itu owkey banget! Tapi saya rasa yang menyebabkan
fountain ini begitu mahsyurnya di seluruh jagad raya adalah mitos yang berkembang, entah benar atau tidak, but
there's no harm in trying, isn't there? :-)
Mitos mengatakan jika kita melempar satu koin dari bahu kanan, konon kita akan bertunangan tahun depan. Namun jika kita melempar dua koin, maka kita akan menikah. TAPI hati-hati jika melempar dua koin dari bahu kiri, artinya kita dapat bercerai tahun ini. Atau pilihan terakhir adalah lempar satu koin dari bahu kiri, yang dipercaya akan membawa kita kembali ke Roma. Awas, dihapalin yah, jangan sampai ketukar. Amannya sih, sedia koin banyak: lempar satu lewat bahu kiri, kemudian satu koin dari bahu kanan dan terakhir dua koin dari bahu kanan juga. Artinya, kita akan kembali ke Roma, kemudian tunangan dan akhirnya menikah di Roma! Dengan cowok Itali juga tentunya! Hahaha...paket komplit!!
Untuk menuju tempat ini, cukup pasang mata ke beberapa signage di jalan yang menunjukkan panah ke arah fountain, yang terletak di antara gedung-gedung bertingkat. Jadi tidak terlihat dari jalan utama. Perhitungkan waktu ke sana, karena kesalahan saya adalah saya berkunjung siang hari bolong dimana pengunjung tumpah ruah seperti cendol dan alhasil untuk foto pun, harus berkali-kali bilang "Excuse me, sir...". Mungkin sore hari bisa jadi pilihan yang tepat.
The Vittorio Emanuele monument
Monumen ini sebenernya ngga sengaja saya "temukan" ketika sedang menikmati pemandangan kota dari dalam bus yang membawa saya dan ketiga teman saya kembali dari Trevi Fountain menuju Collesum. Monumen yang sekilas mirip dengan gaya istana merdeka di Jakarta terlihat seperti "baru" karena warna bangunannya yang putih kinclong, berbeda dengan rata-rata bangunan lain yang cenderung natural. Letaknya yang pas di tengah persimpangan besar cukup menarik perhatian.
Ternyata memang monumen ini tergolong baru karena 'baru' mulai diresmikan di tahun 1911, jauh beda dong sama 'kakak-kakaknya' yang hadir bahkan sebelum masehi. Monumen ini untuk menghormati raja Vittorio Emanuele yang konon berhasil menyatukan Itali untuk pertama kalinya. Monumen ini juga menyediakan akses untuk pengunjung naik hingga ke atas bangunan untuk menikmati pemandangan kota Roma. Entah apakah gratis atau bayar. Saya yang sudah 'pe-we' di dalam bus, tidak tergoda untuk turun untuk mencobanya dan cukup foto dari jendela bus yang berjalan (huh! pemalasss...hehe)