Saya berjalan mengitari danau dengan air terjun di tengah-tengahnya. Oiya, Rheinfal bukan air terjun seperti umumnya yang menawarkan ketinggian. Si dahsyat ini tidak begitu tinggi (untuk ukuran air terjun) tapi arusnya cukup kuat dengan jeram yang membentang membelah danau – atau lebih tepatnya mungkin sungai Rhein yang lebar sekali.
Sayang karena mungkin cuaca yang sangat dingin, tidak banyak wisatawan yang datang. Menurut cerita biasanya ada boat yang mengangkut para turis untuk mendekat ke air terjunnya. Saya coba atasi dingin yang cukup menggigit dengan terus berjalan dan bergerak.
Setelah puas, saya kembali ke Schaffhausen dengan bis dan berjalan menuju tengah kota. Pusat kotanya ramai banget, mungkin karena weekend. Banyak orang-orang berjualan, anak-anak berlarian, para ABG yang ngobrol di pojok-pojok jalan maupun orang-orang yang cukup duduk dan menikmati pemandangan. Saya termasuk orang yang terakhir ini. Sinar matahari yang hangat menjadi salah satu barang ”termahal” selama saya di Swiss. Mencari posisi yang mendapat sinar matahari, saya menikmati suasana kota dengan burger dan kentang goreng di tangan. Nikmat!
Tidak lama berjalan, membentanglah salah satu landmark kota Luzern, the Chapel Bridge. Chapel Bridge merupakan jembatan kayu tertua di Swiss yang dibangun tahun 1333 dan memiliki tower di tengah-tengahnya. Konon, tower segi delapan ini pernah digunakan sebagai penjara, kamar penyiksaan (wuih!) dan menara pengintai.
Setelah puas menikmati dan foto-foto, saya jalan ke arah pusat pertokoan yang saya assume itu downtown-nya Luzern. Dengan tipikal Eropa, toko-toko itu berjejer di suatu jalan setapak paving block yang tidak luas dengan gang-gang kecil yang tidak kalah menariknya. Saya mampir di beberapa kios cinderamata khas Swiss. Di salah satu toko, ketika saya sedang melihat-lihat, ada dua orang di belakang saya yang ngobrol cukup keras ”iya... katanya mie gorengnya cukup enak di situ..!!” saya cukup terhenyak. Orang Indonesia! Yaayy... rasanya seperti bertemu keluarga sekampung halaman. Norak yah... hihi...
Nah di kota ini pula, ada lagi satu cerita norak lainnya. Saya kesasar! Keenakan melihat-lihat dan terpesona dengan interior salah satu gereja, saya jalan seenak kaki saya melangkah, ngga mau pusing arahnya. Saya coba tanya arah ke beberapa penduduk, tapi mereka semua bicara bahasa jerman. Walah! Akhirnya saya duduk bengong kecapekan di sebuah halte bus. Mencoba keberuntungan, iseng-iseng saya tanya ke salah satu mbak-mbak bule hanya dengan satu kata ”bahnhoof??”. Daann.. yes, berhasil!! Walaupun dia bicara dengan bahasa tarzan, tapi cukup membantu saya menemukan arah ke stasiun (bahnhoof = stasiun kereta).
Pheww.. akhirnya sampailah di stasiun Luzern dan naik kereta kembali ke Baden, melalui Zurich. Sampai di Baden, sekitar jam 8 malam, saya putuskan langsung makan di salah satu resto Italia. Saya dengan pe-denya pesan Spaghetti Carbonara dan Rivella (minuman khas Swiss). Bayangan akan spaghetti yang bertaburan smoked beef, cheese dan fully creamy langsung buyar begitu saya lihat di tengah-tengahnya di taruh telur mentah lengkap dengan kuning telurnya. Langsung hilang selera makan. Telur mentah! Yakh! Totally yakh banget! Perasaan tadi di buku menunya ngga ada bilang tentang telur deh. Dengah menahan rasa eneg dan karena saking lapernya, saya pinggirin telurnya dan coba makan yang tidak ’terkontaminasi’ dengan telor itu.
Berakhirlah hari itu dengan ending yang lumayan bikin be-te (karena masih lapeerr...) tapi juga puas... dan senang membayangkan rencana perjalanan di 3 hari berikutnya yang jauh lebih breathtaking! yaayy....!! Next one will be about my journey to Interlaken, Jungfraujoch, Geneva, Montreaux before going back home...